Jumat, 26 Februari 2010

Etika Terhadap Anak 1

Wahai saudaraku yang dirahmati Allah, segala puji hanya bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya lah jua Ikhwa fillah kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.

Toyib Saudaraku yang membenci semua perkara Bid’ah. Setelah pada postingan sebelumnya dibahas mengenai etika makan dan minum. Maka untuk postingan kali ini masih ana angkat mengenai etika. Suatu etika yang tak kalah urgennya yang patut kita ketahui dan amalkan selaku seorang muslim. Yakni Etika terhadap anak. Namun sebelum masuk ke materi sesungguhnya, ada baiknya ana sampaikan sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari (semoga Allah merahmatinya), (dimana) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya) , “Wahai para muda, barang siapa diantara kalian telah mampu maka segeralah MENIKAH ! Karna sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah BERPUASA ! karna puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” Rawahu al-Bukhari.

Untuk itu bagi saudaraku sekalian, yang pada belum menikah, sekiranya telah mampu atau bagi yang mampu namun tak mengaku mampu, Menikahlah ! Mari kita segerakan seruan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ini. Semoga pembahasan pada postingan kali ini dapat menjadi pelajaran bagi ana pribadi, keluarga dan ikhwan atau akhwat yang telah menikah serta dapat menjadi catatan bagi yang belum menikah. Namun Ingat ! bagi yang akan menikah, jangan lupa pilih pasangan yang se-Iman, se-Aqidah , serta se-manhaj sehingga tidak memberatkan dan merepotkan. Namun kalau tidak ada yang se-manhaj cobalah ber-ikhtiar dengan mengajaknya untuk selalu menuntut dan belajar ilmu yang syar’i, sehingga pasangan kita tersebut menjadi muslim yang sejati.

Berikut akan ana kisahkan tentang pernikahan putri Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan, dimana saat itu kekuasaan Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan ini meliputi Syam, Iraq, Hijaz, Yaman, Iran, Pakistan, Qafqasia, Qurm bahkan sampai ke Najar, Junuwah, kemudian Mesir, Sudan, Al-jazair hingga Maroko serta Sepanyol yang saat itu bernama Isbania atau Andalusia. Jadi terbayang bagaimana kekayaan Amirul Mukminin. Dan sebagaimana lajimnya rumah tangga , jika orangtuanya kaya maka si anak sudah pasti terbiasa menikmati kekayaan orangtuanya tersebut. Berarti dalam hal ini putri Amirul Mukminin yang bernama Fatimah telah terbiasa hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta yang banyak dengan fasilitas terbaik. Namun ketika sang putri menikah dengan seorang ulama besar, seorang Khalifah yang Agung yakni ‘Umar bin Abdul Aziz, ia rela dan ridho hanya dinafkahi beberapa dirham dalam sehari. Bahkan ia lebih merasa bahagia, dan merasakan kelezatan qana’ah serta manisnya kesederhanaan. Dimana harta-harta yang dimilikinya seperti perhiasan, batu-batu permata dan lain sebagainya rela ia jual demi untuk mengeyangkan orang lain yakni penduduk-penduduk yang tak mampu. Dan pada suatu hari, sebagaimana yang telah menjadi ketetapan Allah Azza wa Jalla, Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz, suami sang putri wafat. Dimana saat itu Khalifah tak meninggalkan putri Fatimah dan anak-anaknya harta. Maka mendapati hal tersebut petugas baitul mal lantas berinisiatif mengembalikan harta-harta sang putri yang telah diserahkan kepada Negara. Namun ternyata sang Putri enggan untuk menerima hal tersebut, karna hal tersebut adalah amanah sang suami. Sungguh , wahai saudaraku, Putri Fatimah tetap menaati amanah suaminya pada saat suaminya hidup dan mati. Semoga Allah merahmati Fatimah Bintu Abdul malik bin marwan, dan memberinya kedudukan yang tinggi di dalam Jannah yang penuh dengan kenikmatan. Dan ketahuilah saudaraku se-Iman se-Aqidah, kehidupan yang paling nyaman adalah kesederhanaan hidup dalam segala sisi. Dan hakikat kebahagiaan adalah keridhaan. Semoga Allah menjadikan kita termasuk pemilik kekayaan secara Islami dan Insani. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Oh iya saudaraku. Setelah kita menikah, tentunya target utama kita yakni memiliki keturunan alias anak. Dan tentunya kita tidak dapat memungkirinya bahwa yang namanya anak sudah barang tentu ia mempunyai hak-hak yang patut dipenuhi oleh orang tuanya. Untuk itu kita selaku seorang Muslim secara terang-terangan mengakui bahwa anak-anak mempunyai hak-hak atas orang tuanya dan hak-hak tersebut wajib ditunaikan serta dipenuhi oleh orang tuanya, selain itu kita selaku seorang muslim patut kiranya mengetahui bahwa ada etika-etika yang harus kita perhatikan dalam hubungan kita dengan anak-anak. Nah untuk itulah pada postingan kali ini akan ana bahas mengenai hak-hak anak serta etika –etika orangtua terhadap anak. Agar kita selaku seorang muslim tidak terperosok kedalam kesalahan dan kebinasaan.

Selanjutnya saudaraku yang membenci ke-Syirikan !. Diantara hak-hak anak-anak atas ayahnya atau orang tuanya yang patut ditunaikan ialah mencarikan ibu yang baik bagi sianak. (seperti yang dicontohkan oleh Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz, dimana beliau mencarikan ibu yang baik bagi anak-anaknya). Selanjutnya jika si anak lahir maka kita patut untuk memberinya nama atau menamakannya, tentunya dengan nama yang baik. Selanjutnya kita meng-akikahkannya atau menyembelih kambing pada pada hari ketujuh, atau 14 atau hari ke 21 kelahirannya. Kemudian setelah itu kita mengkhitankannya. Dan ingat jangan pernah berlaku kasar terhadap anak. Jangan membentaknya. Kasihanilah anak-anak, berlemah-lembutlah terhadapnya, dan yang terpenting nafkahilah mereka dengan harta yang halal baik jenis serta sumbernya.

Nah terkadang nih, ada sebagian orangtua setelah ia mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan anak, ia lupa akan pentingnya pendidikan. Maka dari itu selaku seorang muslim, kita patut mendidik anak-anak kita dengan baik, serius, dengan santun dan akhlak yang terpuji, dengan mengenalkan serta mengajarkan kepada mereka ajaran-ajaran Islam, kemudian melatihnya mengerjakan ibadah-ibadah yang wajib dan ibadah-ibadah sunnah, mengenalkan mereka dengan tokoh-tokoh islam seperti para sahabat, para salafu Ummah dan Ulama-ulama Mutaakhirin seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-bani, Syaikh Fauzan, Syaikh Muhsin al-Abbad, Syaikh Robi’ atau Syaikh Ali Hasan dan banyak lagi Ulama lainnya yang tegak diatas al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana pemahaman para Shabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Dan tak lupa , jika anak-anak kita tersebut telah dewasa maka kita patut menikahkannya, dan hal ini semua telah Allah Azza Wa jalla tuliskan didalam firmannya, yakni Surah Al-Baqarah ayat 233 , “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik…

Kemudian di Surah yang lain, yakni Surah At Tahrim ayat 6 Allah berfirman :


يَأَيُّهَا الَّذِ ينَ ءَامَنُو اْ قُواْ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناَرً


وَقُو دٌهَاالنَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْحَا مَلَءِكَةٌ


غِلاَ ظٌ شِدَادٌلاَّ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَ مَرَ هُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُوءْ مَرُونَ


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Nah Pada ayat ini terdapat perintah agar kita melindungi keluarga kita dari api neraka. Lantas bagaimana caranya saudaraku ?

ya… caranya tentu saja taat kepada Allah Azza Wa jalla. Dan yang namanya ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla maka hal tersebut juga mengharuskan seseorang atau seorang muslim mengetahui hal-hal yang Allah wajib ditaati didalamnya, dan dalam hal ini, semua itu tidak bisa kita ketahui kecuali dengan pengajaran , dengan Tarbiyah. Dan tentunya, karna anak termasuk kedalam barisan keluarga , maka seorang ayah (berdasarkan ayat ke 6 surah At-Tahrim tadi) wajib untuk mengajari anak-anaknya, kemudian membinanya, membimbingnya, serta membawanya kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anaknya dari pada kekafiran, kemaksiatan, kerusakan, dan keburukan. Dimana hanya dengan cara itu semua, seorang ayah dapat melindungi anaknya dan keluarganya dari api neraka…

Wahai saudaraku yang membenci kemaksiatan. Allah berfirman didalam Surah Al-Baqarah ayat 233 dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya, ‘Juga didalam ayat tersebut terdapat dalil tentang kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya, lantas apa hubungannya antara para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya dengan kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya. Tentunya secara medis kita ketahui bahwa sorang anak yang baru lahir hingga umur dua tahun, ia makan dari susu atau asi ibunya. Nah karna si- ibu tersebut harus menyusui anaknya, maka si bapak perlu memberi nafkah bagi si-ibu dan anaknya. Jadi kalau si-Ibu makan maka otomatis si anak juga makan dari asi si Ibu. Selai itu juga perlu dinafkahi dengan makanan tambahan. Walahu Alam bishowab.

Dan tentunya saudaraku se-Iman dan se-Aqidah, kita selaku seorang muslim jangan takut tak dapat menghidupi atau menafkahi anak dan Istri kita , hingga kita seperti yang diberitakan di Televisi atau media lainnya, ada orang tua yang tega membunuh anaknya karna kesulitan ekonomi dan sebagainya. Padahal Allah Azza wa Jalla melarang hal tersebut. Mari kita simak firman Allah di dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 31

وَلاَتَقْتُلُواْ أَوْلَدَكُمْ خَشْيَةَإِمْلَقٍ

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan...

Selanjutnya saudaraku. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ketika ditanya tentang dosa besar di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim atau yang kita kenal dengan Muttafaq ’Alaih, ”Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Engkau menjadikan tuhan tandingan bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu, atau engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan bersamamu, atau engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Nah membunuh anak karna takut kemiskinan, atau karna merasa si-anak menjadi beban saja serta menyusahkan, maka perbuatan tersebut termasuk Doza besar. Untuk itu Jangan pernah takut punya anak. Kalau kita mau ber-usaha, ber-Ikhtiar dan tidak malas serta rajin berdoa dan berdzikir, Insya Allah , Allah Azza wa Jalla akan mencukupkan rezky-Nya bagi kita dan keluarga kita.

Jadi, yang namanya larangan haruslah kita jauhi. Maka dari itu Islam mengharuskan bagi seorang ayah agar mengasihi anak-anaknya, lemah lembut terhadap mereka, menjaga badan mereka, melindungi akal dan jiwa mereka, serta menjauhkan mereka dari aliran sesat dan bid’ah-bid’ah yang tumbuh subur yang menyimpang dari Syariat yang dibawa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Dan tak lupa saudaraku kita disunahkan. bahkan ada yang mewajibkan untuk yang satu ini yakni meng- aqikahkan anak. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari para pemilik Sunan dan disahihkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Seorang anak tergadaikan dengan (kambing) aqiqah yang disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, ia (sianak) diberi nama pada hari tersebut, dan rambutnya di gundul.”

Kemudian dihadits yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabari dengan sanad hasan. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Samakan anak-anak kalian dalam pemberian, karena jika aku diperbolehkan mengutamakan seseorang, maka aku akan mengutamakan anak-anak perempuan.” Adapun di hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dimana At-Tirmidzi menghasankan hadits ini, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Ajarilah anak tentang shalat pada usia tujuh tahun, dan pukul mereka jika mereka tidak mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka.”

Nah saudaraku yang selalu mengharap rahmat dan Ridho Allah Azza wa Jalla.

Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa hak anak atas ayahnya ialah hendaknya sang ayah mendidiknya dengan baik dan menamakannya dengan nama yang baik. Makanya, pada saat setelah akad nikah, dimana setelah kita melaksanakan sholat dua rakaat bersama istri, kita disunnahkan berdo’a, dengan do’a yang artinya : Ya Allah, Berkahilah aku pada keluargaku, dan berkahilah mereka denganku. Ya Allah ! berilah rizky kepada mereka dengan jalanku, dan berilah aku rizky dengan sebab mereka. Ya Allah !, Kumpulkanlah kami selama engkau kumpulkan dalam dalam kebaikan, dan pisahkanlah diantara kami jika engkau pisahkan kepada perkara yang lebih baik.” Do’a ini diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazzaq dalam Mushannafnya, dan yang lainnya.

WallahuAllam bishowab

Kamis, 25 Februari 2010

Etika Makan dan Minum 2

Wahai saudaraku yang mencintai Sunnah-Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yang selalu mengharapkan Rahmat dan Ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saat ini, dimalam ketika sebagian orang sibuk dengan ritual kebid’ahan yang ber-tasyabuh dengan syiah serta kaum musyrikin. Ana kembali postingkan mengenai Etika makan dan minum melanjutkan postingan sebelumnya yag belum tuntas. Lantas kenapa tak memposting mengenai ritual kebid’ahan yang pada malam ini sebagain orang melakukannya. Sesungguhnya saudaraku, tema mengenai kebid’ahan yang terjadi pada malam ini, ritual bid’ah yang dianggap sunnah bahkan ada yang menganggap tabu untuk ditinggalkan, dimana sebagian besar masyarakat kita menjalankannya, telah ana postingkan pada postingan di Bulan Maret Tahun 2009 lalu. Semoga ana dapat mengambil manfaat dari postingan yang ana kutip dari berbagai sumber tersebut. Dan menjauhi ritual bid’ah tersebut.

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَا فِعًا , وَرِزْقًا طَيِّبًا, وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً .

“Ya Allah ! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu Ilmu yang bermanfaat, Rizky yang baik dan Amalan yang diterima.”

Toyib Saudaraku yang mencintai Sunnah dan benci semua perkara bid’ah, ana lanjutkan postingan mengenai Etika makan dan minum yang tentunya disandarkan pada nash-nash serta hadits-hadits shohihah dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, diantaranya nih . Jika kita akan makan dan minum maka mulailah dengan mengucapkan BASMALAH. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Rahimahullahu Ta’ala dan di shohihkan At-Tirmidzi Rahimahullahu Ta’ala, “Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta’ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, “Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir.”

Namun tentunya membaca basmalahnya janganlah di dalam hati karna petunjuknya kita disuruh melafadzkannya, jadi ya… minimal didengar oleh telinga kita sendiri, namun ada juga yang menyarankan agar diucapkan lebih keras sebagai pengajaran bagi orang lain yang makan disekitar kita (siapa tau aja mereka lupa mengucapkan basmalah).

Selain itu saudaraku yang membenci dan mengingkari perkara Bid’ah. Kita disunnahkan untuk makan dengan menggunakan tangan kanan, dimana Rasulullah memerintahkan hal tersebut, sebagaimana bunyi sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim (Semoga Allah merahmati mereka), hai Anak, bacalah basmalah dan makanlah dengan tangan kananmu.” ! ketahuilah wahai saudaraku, bahwa perintah dalam hadits ini menunjukkan kewajiban, dan tidak boleh kita memalingkannya atau meremehkannya. Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam menggolongkan orang yang makan dan minum dengan tangan kiri menyerupai Syaithan !!! Dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang diantara kalian makan, maka hendaklah makan dengan tangan kanannya. Apabila minum maka minumlah dengan tangan kanannya pula. Karena sesungguhnya syaitan itu makan dan minum dengan tangan kirinya.”

Sekali lagi Ingat ! bahwa makan dan minumlah dengan tangan kanan. Dan jangan dengan tangan kiri. Karna yang makan dan minum dengan tangan kiri adalah syaithan. Maukah kita disamakan dengan syaithan karna kita tasyabuh dengan syaithan. Hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya) dengan nomor hadits 2020. Namun apabila kita terdapat udzur yang syar’i maka dibolehkan makan dengan tangan kiri misalkan tangan kanan kita putus atau cidera yang menyebabkan kita tidak bisa makan dan minum dengan tangan kanan. Jadi sekali lagi ana ingatkan. jangan pernah makan dan minum dengan tangan kiri kecuali udzur yang syar’i.

Adapun etika selanjutnya yang patut untuk kita ketahui dan amalkan, yakni kita patut untuk mengecilkan suapan mulut kita. Setelah itu kita dianjurkan mengunyah makanan dengan baik, kemudian makan dan minumlah dari makanan yang paling dekat dengan posisi kita dan tidak makan dari tengah piring. Hal ini berdasarkan dari hadits yang juga diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih. Dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepada Umar bin Salamah, “Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (maksudnya dari yang pinggir).

Selanjutnya saudaraku yang tegak diatas sunnah nabawiyah yang shohiihah, jika ada makanan yang jatuh, hendaklah kita mengambilnya dan memakannya dan jangan membiarkannya. Dimana di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran dari padanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syaetan.” Artinya makanan yang jatuh tersebut dibersihkan terlebih dahulu , jangan langsung dimakan entar kita diare, jadi ikuti adabnya, makanan yang jatuh dibersihkan dahulu, dibuang kotorannya barulah dimakan. Dan yang tak kalah pentingnya untuk kita ketahui bahwa kita dilarang meniup makanan atau minuman yang masih panas, untuk itu makanlah makanan tersebut ketika mulai dingin, jadi jangan lagi berasap-asap langsung dimakan, biarkan dingin terlebih dahulu baru kita makan. Kemudian kita juga dilarang untuk bernafas di dalam bejana atau didalam gelas ketika minum, dan dianjurkan bernafas di luar gelas atau bejana hingga tiga kali. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih, dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali.” Dihadits yang lain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup didalamnya. “Rawahu At-Tirmidzi dan dishohihkan olehnya.

Kemudian jika kita telah selesai makan dan minum atau diakhir makan dan minum maka disunnahkan memuji Allah Azza Wa jalla, karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Barangsiapa makan makanan, dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini padaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku, maka dosa-dosa masa lalunya diampuni. “ Rawahu Muttafaq ‘Alaih.

Dan tentunya, kita haruslah menghindari yang namanya kenyang yang berlebih-lebihan, karna dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim (semoga Allah merahmati mereka) dengan derajat yang hasan, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk dari pada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya, jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan sepertiga makanan, dan dengan sepertiga minuman dan sepertiga yang lain untuk bernafas.”

Oh iya saudaraku yang membenci bid’ah dan pelakunya. Hendaknya kita jangan minum dengan berdiri karna hal ini dilarang, namun kalau makan dibolehkan sambil berjalan. Namun untuk kehati-hatian dalam makan, maka sebaiknya makan sambil duduk. Wallahu a’lam.

Selanjutnya nih, sebaiknya kita ketika makan dan minum mendahulukan orang yang paling tua, kemudian kepada orang yang disebelah kanan kita dan seterusnya, dan kita menjadi orang yang terakhir kali. Hal ini disandarkan pada hadits-hadits Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, diantaranya Hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq ‘Alaih, “Mulailah dengan orang yang lebih tua. Mulailah dengan orang yang lebih tua.Ibnu Abbas lalu memberikan makanan kepada orang -orang tua di sebelah kiri beliau, sebab saat itu Ibnu Abbas berada disebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan.” Selanjutnya saudaraku, kita tidak memulai makan atau minum, sedang ditempat tersebut terdapat orang yang lebih berhak memulainya karena usia atau karena kelebihan kedudukannya. Tidak memaksa teman atau tamu untuk makan dan minum, namun kita dianjurkan agar bersikap santun dan etis sesuai dengan kebutuhannya, sehingga tamu atau orang tersebut tidak merasa malu atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut termasuk riya’.

Dan tentunyayang tak boleh kita lupakan, bahwa kita harus bersikap ramah terhadap teman kita atau siapa saja ketika makan bersama. Menjaga pandangan serta tidak melihat-lihat atau melirik lirik hingga tamu tersebut merasa malu. Kemudian yang juga patut untuk kita hindari yakni dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan seperti berbicara kotor atau jorok. Serta jika makan bersama orang-orang yang tidak mampu , kita harus mendahulukan orang –orang tersebut, bercanda seperlunya dalam batas-batas yang diperbolehkan serta santun dan hormat kepada mereka. Wallahu a’lam.

Oh iya. sekali lagi ana mengingatkan diri ana dan ikhwa fillah sekalian, agar Berhentilah makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam lebih utama agar kita tidak terjatuh dalam kebinasaan dan kegemukan yang membuat kita ngantuk serta menghilangkan kecerdasan. Selanjutnya , tak lupa kita jika telah selesai makan untuk menjilati tangan (jika kita makan dengan tangan), kemudian mengelapnya atau mencucinya, namun mencucinya itu lebih baik dan dianjurkan. Dan tak lupa wahai saudaraku se-Iman dan se-Aqidah, kita perlu membersihkan sisa-sisa makanan di mulut atau gigi-gigi kita, serta berkumur, yang tujuannya tak lain dan tak bukan untuk mejaga kebersihan diri kita. Wallahu Alam bishowab.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 19 Februari 2010

Etika Makan dan Minum 1

Wahai saudaraku yang mengharapkan Rahmat dan Ridho Allah Azza wa Jalla. Segala puji bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya lah wahai saudaraku kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.

Adapun postingan kali ini masih berkisar mengenai Etika, dan kali ini bahasannya mengenai Etika Makan dan Minum. Dimana yang namanya Makan dan minum adalah suatu hal yang kerap kita lakukan di dalam keseharain kita sebagai makhluk hidup. Dan tentunya Kita selaku seorang muslim haruslah melihat makanan dan minuman itu sebagai suatu sarana dan bukan tujuan. Jadi kita makan dan minum untuk menjaga kesehatan badan karena dengan badan yang sehat, kita bisa beribadah kepada Allah Azza Wa jalla dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkan kita selaku seorang muslim mendapatkan kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Jadi janganlah kita berperinsip Hidup untuk makan dan minum saja. Karna banyak kita temui seseorang jika ditanya untuk apa dia hidup dan bekerja ? lantas dijawab oleh mereka “untuk makan dan minum!”, “Apalagi….kalau tidak untuk makan dan minum !” Pernyataan ini jelas-jelas salah wahai saudaraku. Tentunya kita selaku Muslim tidak makan dan minum sebagai tujuan hidup kita. Kita makan dan minum , sebagaimana yang ana sebutkan tadi yakni untuk menjaga kesehatan badan karena dengan badan yang sehat, kita bisa beribadah kepada Allah Azza Wa jalla dengan maksimal. Artinya kita makan dan minum untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan kita tidak makan dan minum karena makanan dan minuman tersebut, juga tidak dikarenakan syahwat. Oleh karena itu, selaku seorang muslim kita dianjurkan untuk tidak makan jika kita tidak lapar, dan kita tidak minum jika kita kehausan. Artinya kita makan dan minum disesuaikan dengan kebutuhan kita. Jangan karna takut dikira minum karna syahwat lantas kita tidak mau minum padahal kita harus minum untuk kebutuhan tubuh kita bahkan kalau tidak minum bisa terjadi dehidrasi. Ingat ! tubuh kita sangat memerlukan air. Jadi minumlah sesuai kebutuhan kita, kalau kata orang Pontianak proporsional He..he..he..

Selanjutnya saudaraku yang se-Iman dan se-Aqidah, didalam makan dan minum, islam sebagai agama yang sempurna telah mengaturnya, bagaimana kita makan , apa saja yang boleh dan tidak untuk kita makan serta adab adab makan dan minum , dan semua ini diatur didalam agama yang agung ini, yang tujuan kesemuanya untuk kemaslahatan umat islam khususnya dan umat manusia pada umumnya. Makanya pelajari islam dengan sebaik-baiknya jadikan syariat islam sebagai style kita dalam kehidupan sehari-hari.

Dan sungguh saudaraku, perlu kita ketahui bahwa hukum asal makanan adalah Halal. Dimana yang namanya sesuatu yang halal itu tidaklah diperinci di dalam al-Qur’an. Namun untuk yang haram-haram , maka semua itu Allah Azza wa jalla telah perincikan secara detail di dalam al-Qur’an maupun melalui lisan Rasul-Nya yang agung Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wasallam. Hal ini sebagaimana firman Allah didalam al-Qur’an surah al-An’am ayat 119 :

وَقَدْفَصَّلَ لَكُم مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُمْ

“…Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.”

Kemudian di ayat ke 3 dari surah al-Maidah, Allah azza wa Jalla menjelaskan dan merincikan (yang artinya) :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya…”

Nah Saudaraku yang mengharapkan Rahmat dan Ridho Allah Azza wa Jalla, Adapun hal-hal yang perlu kita ketahui atau kita terapkan sebelum kita makan dan minum yakni : tentunya Makanan dan minuman tersebut haruslah halal, bersih dari kotoran-kotoran haram dan syubhat, b’cause Allah Subhanahu Wata 'alla berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 172

يَأَيُّهَاالَّذِينَءَامَنُواْكُلُواْمِن طَيِّبَتِ مَارَزَقْنَكُمْ...

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu…”

Artinya halal dan bersih dari kotoran-kotoran haram, halal dan bersih dari haram secara jenis atau dzatnya, halal dan bersih dari haram secara asal mendapatkannya, serta halal dan bersih dari sumbernya.

Selanjutnya saudaraku, jika kita makan dan minum maka kita meniatkan makanan dan minuman nya untuk menguatkan ibadah kita kepada Allah Azza Wa jalla agar kita mendapatkan pahala atas apa yang kita makan dan minum. Dan tak lupa tentunya, kita mencuci kedua tangan sebelum makan. Tentunya mencuci tangan sebelum makan ini bukanlah sunnah secara mutlak, juga bukan hal yang harus ditinggalkan secara mutlak, artinya hal ini hanyalah anjuran saja agar menghilangkan kotoran yang melekat pada tangan. Namun telah datang beberapa riwayat yang menjelaskan sunnahnya berwudhu (yang didalamnya terdapat perbuatan mencuci tangan) sebelum makan bagi orang yang junub. Diantaranya nih, hadits dari ummul mukminin ‘Aisyah Radiyallahu anha, yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim (semoga Allah merahmati mereka), yang berbunyi : “Adalah Rasulullah apabila dalam keadaan junub, dan beliau hendak makan atau tidur , beliau berwudhu seperti wudhunya sholat.” Wallahu a’lam.

Selain itu kita perlu bersikap Tawadlu’. Dimana kita Menerima makanan yang ada, dan tidak men-CaCatnya atau mencela makanan tersebut, jadi jika tertarik dengan makanan tersebut, ya.. makanlah, dan jika kita tidak tertarik atau tidak berselera kepada makanan tersebut maka kita tidak memakannya atau langsung saja meninggalkannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Rahimahullahu Ta’ala Anhu, Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah sekalipun men-CaCat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya.” Dan yang paling nikmat nih, kita makan bersama orang lain, misalnya makan bersama tamu, makan bersama suami, atau istri (bagi yang udah menikah) atau makan bersama anak, teman atau pembantu kita. Karna Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “ Berkumpullah kalian di makanan kalian, niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya.” Rawahu Abu Dawud dan di shohihkan oleh al Imam At-Tirmidzi Rahimahullah.

Wallahu a’lam… semoga bermanfaat, dan insya Allah ada kelanjutannya…….