Assalamualaikum Warahmatullah…
Adakah Imsak di dalam Islam ?.
Lantas bagaimana dengan kata yang biasa kita dengar yakni waktu Imsak , sehingga sebagian dari kita menghentikan makan , minum dan bercampur antara suami istri sebelum adzan Subuh?
Untuk itu, mari kita simak hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Jarir, al-Hakim, al-Baihaqi, dan Ahmad melalui jalan Hammad, dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda
إِدَا سَمِعَ أَحَدُ كُمُ النِّدَاءَ وَاْلإِ نَاءُ فِي يَدِهِ
فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ.
“Jika salah seorang diantara kalian mendengar suara adzan sedang bejana masih di tangannya (sedang meneguk air minum), maka janganlah dia meletakkannya sehingga keperluannya pada bejana itu terpenuhi.”
Dan menurut Syaikh Salim ‘Ied al Hilalli, yang dimaksud an-nida’ di hadits tadi adalah adzan Shubuh kedua yakni saat fajar Shadiq telah tiba berdasarkan pada tambahan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Jarir ath Thabari (pada zaman Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam Ikhwa fillah, adzan shubuh dikumandangkan dua kali Ikhwa fillah, adzan pertama saat fajar Khadzib sedangkan adzan kedua saat fajar Shadiq dimana sholat Shubuh boleh ditegakkan). Dan makna tersebut, diperkuat oleh apa yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Radhiyallahu Anhu, (dimana) dia bercerita : “Ketika adzan dikumandangkan , sedang bejana masih ditangan ‘Umar. Dia (Umar) bertanya, ‘Apakah aku boleh meminumnya wahai Rasulullah?’ Beliau (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam) menjawab : ‘Boleh.’ Maka ‘Umar pun meminumnya.” Hadits ini diriwayatkan Ibnu Jarir.
Dengan demikian , jelas sudah Ikhwa fillah bahwa pengadaan waktu Imsak serta pengharaman makan, minum dan bercampur pada waktu imsak terbantahkan oleh hadits tadi.
Dan kita janganlah menjadi bagian dari orang-orang yang memutarbalikkan sunnah dimana telah jelas bahwa yang sunnah adalah Menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur . Dan hanya kepada Allah sepatutnya kita mengadu.
Wahai saudaraku yang mencintai Sunnah, Jika malam telah datang dari arah timur dan siang telah pergi dari arah barat serta matahari pun telah terbenam maka, dipersilahkan bagi orang yang berpuasa untuk berbuka, hal ini disandarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim,l dari ‘Umar Radhiyallahu Anhu, dia bercerita, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Jika malam telah datang dari arah sini dan siang telah berlalu dari arah sini serta matahari pun telah terbenam, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka.” Tentunya hal ini berlangsung tepat setelah bulatan matahari terbenam, sekalipun sinarnya masih tampak. Salah satu petunjuk Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam jika beliau tengah berpuasa, di mana beliau memerintahkan seseorang untuk memantau (melihat) sesuatu (yakni Matahari), dan jika (ada yang) mengatakan , “Matahari telah terbenam,” maka beliau pun langsung berbuka.
Nah sebagian orang dizaman kita ini, ada yang mengira bahwa malam itu tidak terealisasi langsung setelah matahari terbenam, tetapi masuk setelah tersebarnya kegelapan, baik dibagian timur maupun barat. Dan sungguh hal tersebut telah terjadi pada sebagian Sahabat Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam, namun kemudian beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam) memberikan pemahaman bahwa waktu malam itu cukup pada permulaan gelap dari arah timur, langsung setelah bulatan matahari terbenam.
Jadi telah jelas bahwa hukum-hukum puasa yang diterangkan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam semuanya berkaitan dengan penglihatan mata telanjang. Dan bukan rahasia lagi bahwa ibadah saum atau puasa yang kita jalani sangat berkaitan erat dengan matahari dan fajar. Maka jika ada yang meyalahi hal ini, berarti mereka telah melakukan kesalahan. Di sebagian Negara, kita dapati sebagian orang berbuka dengan berdasarkan pada matahari dan melakukan sahur berdasarkan fajar. Artinya jika matahari telah terbenam, maka mereka akan berbuka dan jika fajar shadiq telah terbit maka mereka menghentikan diri dari makan , minum dan bercampur. Tentunya amalan yang seperti inilah yang benar yang sesuai dengan syari’at. Namun di banyak tempat kita dapati para muadzin menggunakan bantuan penanggalan yang telah berlalu lebih dari 50 tahun, sehingga banyak orang mengakhirkan waktu berbuka dan menyegerakan waktu sahur, yang mengakibatkan adanya pertentangan dengan petunjuk Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa adzan merupakan sarana pemberitahuan masuknya waktu shalat. Lantas ketika ada muadzin mengumandangkan adzan maghrib saat malam telah datang serta mengumandangkan adzan shubuh ketika fajar Kadzib, padahal menurut Sunnah, saat Magrib yakni dimana matahari telah terbenam (belum datangnya malam) dan pada saat shubuh pada saat fajar shadiq telah muncul, artinya sang muadzin mengumandangkan adzan lebih cepat atau lebih awal dari waktunya, maka yang berlaku tetap pada hukum pokoknya yakni berbuka dan sahur sesuai dengan matahari dan fajar yang telah disunnahkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam. Demikianlah yang dijelaskan Syaikh Salim ‘Ied al Hilalai dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali di dalam Kitabnya Shifatu Shaumin Nabi fii Ramadhaan.
Maka peliharalah dan pikirkanlah Ikhwa fillah !
Tentunya hal ini sangatlah krusial, sangatlah penting saudaraku, artinya penting dan tidak dapat disepelekan karna di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Agama ini masih tetap jaya selama umat manusia menyegerakan buka puasa karena orang-orang Yahudi dan nasrani biasa mengakhirkannya. Kemudian dihadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
فَضْلٌ مَا بَيْنَ صِيَا مِنَا وَ صِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ
أَكْلَةُ السَّحَرِ.
“Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab terletak pada makan sahur
Jadi jelaslah sudah bahwa pengadaan istilah imsak dari makan sebelum terbit fajar shadiq dengan alasan bersiap-siap diri menjelang adzan atau apapun alasannya adalah bid’ah yang diada-adakan. Wallahu a’lam