Selasa, 28 Desember 2010

Hukum Islam dalam menyambut / merayakan Tahun Baru Masehi 2

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ

Wahai saudaraku yang mencintai Sunnah, semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan Rahmat-Nya pada kita semua. Adalah sudah menjadi kewajiban kita, yakni selaku seorang Muslim, untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata 'ala disetiap tempat, dan disetiap keadaan. Dan tentunya segala puji hanya bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Dan Hanya Kepada-Nya lah, kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada penghulu para Nabi dan atas keluarganya, dan para sahabatnya. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya hingga akhir hayat.

Sebagaimana yang telah ana sampaiakan pada postingan sebelumnya, bahwa kami akan melanjutkan pembahasan mengenai hukum Islam berkaitan dengan perayaan atau menyambut Tahun baru Masehi, yang kami angkat dari fatwa-fatwa Ulama, yang tak diragukan lagi ke-Istiqomahannya didalam menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabawiyah yang shohiih didalam kehidupan mereka. Mereka para Ulama-ulama yang tergabung di dalam Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa yang berdomisili di Saudi Arabia, atau yang dikenal dengan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta, diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang beranggotakan Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid telah mengeluarkan fatwa-fatwa mengenai Hukum Islam dalam Perayaan atau Menyambut tahun Baru Masehi, karna mereka (para ulama tersebut) melihat hal ini amatlah urgen dijaman sekarang ini, dimana kita ketahui saat ini, telah terjadi pen-campur-adukan antara al-haq dan al-batil atas kebanyakan orang. Dan terlihat dengan jelas segala upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan kebenaran islam, dan memadamkan cahayanya, sebagai bentuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali pada Dienul Islam yang haq. Selain itu, marak sekarang ini propaganda, dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan atasnya, yang dimaksudkan untuk menghalangi seluruh manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Sungguh saudaraku, banyak sekali, dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang kita kaum muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri, dan kekhususan mereka. Salah satunya yakni menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam festival hari-hari besar, dan pesta-pesta mereka.

Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, yang mana hal tersebut termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Maka hal tersebut terlarang didalam Islam. Selain itu, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka kaum kafirin rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Maka itu juga terlarang. Demikian pula perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, semua nya terlarang untuk diikuti dan dirayakan oleh kaum muslimin.

Dan untuk lebih jelasnya, berikut kami sampaikan beberapa fatwa dari Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta, sebagai kelanjutan dari fatwa-fatwa yang telah kami sampaikan pada postingan sebelumnya.

Dimana Sebelum ana lanjutkan postingan ke fatwa –fatwa selanjutnya, para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta tersebut, membawakan beberapa dalil dari hadits.

Dari Tsabit bin Adl Dlahhak Radhiyallahu 'anhu, (bahwasanya) dia berkata, "Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sembari berkata "Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu Nabi (Shallallahu 'alaihi wa sallam) bertanya, “Apakah didalamnya terdapat salah satu dari berhala-berhala Jahiliyyah yang disembah disana ? . Mereka menjawab, 'Tidak !'. Beliau (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam) bertanya lagi. “Apakah didalamnya terdapat salah satu dari hari-hari besar mereka ?'. Mereka menjawab, 'Tidak !'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (kemudian) bersabda, “Tepatilah nadzarmu, karena tidak perlu menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Allah, dan di dalam hal yang tidak dipunyai (tidak mampu dilakukan) oleh manusia" Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud. Dengan nomor hadits : 1134.

( Hadits berikutnya ) Umar Ibnu al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja ( dirumah-rumah ibadah) mereka, pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka". Hadits ini derajatnya Sahih, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Musannaf dan disahihkan oleh Ibn Taymiyyah.

(Kemudian) Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr bin al ‘Aas Radliyallahu ‘anhumaa, ia berkata, "Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival (Nairuuz) serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka" Namun hadits ini derajatnya Dhoif, yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi selain itu Syakhul Islam Ibnu Taymiyyah juga menyatakan lemah dalam Iqtidaa. as-Siraat al-Mustaqim.
Adapun fatwa yang ke-empat yang dikeluarkan
Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta berkaitan dengan hal tersebut yakni : Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir, juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, diantaranya : Mereka (Muslimin) menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka, yang membikin mereka otomatis bersukaria, dan membuat mereka berlapang-dada terhadap kebatilan yang sedang mereka lakukan. (Kaum Muslimin) menyerupai mereka dalam gerak-gerik, dan bentuk pada hal-hal yang bersifat lahiriah, akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula, dalam gerakan dan bentuk pada hal-hal yang berupa keyakinan sesat, melalui cara tersembunyi, dan bertahap lagi tersamarkan. Dampak negatif yang paling besar dari hal itu adalah, adanya kecintaan batin yang berupa kekaguman dan loyalitas. (dimana) Mencintai dan mengagumi mereka dapat meniadakan keimanan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا

الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ

أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ

فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Qur’an Surah Al Maaidah ayat 51.
Dan firman Allah Surah Al-Mujadillah ayat 22 :

لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
" Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya "

Kemudian fatwa yang Kelima. Berbunyi :

Menurut penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka tidak boleh hukumnya seorang Muslim yang beriman kepada Allah sebagai Rabb, dan Islam sebagai agama, serta Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai Nabi dan Rasul, mengadakan perayaan-perayaan hari-hari besar, yang tidak ada landasannya dalam dien Islam, termasuk diantaranya yang disebut perayaan 'Milenium' tersebut. Juga, tidak boleh hadir pada acaranya, berpartisipasi, dan membantu dalam pelaksanaannya dalam bentuk apapun, karena hal itu termasuk dosa, dan melanggar batasan-batasan yang diatur oleh Allah, Allah telah berfirman,
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Qur’an Surah Al Maaidah ayat 2

Selanjutnya, fatwa yang ke-enam" berbunyi :

Seorang Muslim tidak boleh saling bekerjasama dengan orang-orang kafir dalam bentuk apapun dalam hari-hari besar mereka. Diantaranya adalah mempromosikan dan mengumumkan hari-hari besar mereka, termasuk acara tersebut. Demikian pula, mengajak pada hal itu dengan sarana apapun, baik melalui mass media, memasang jam-jam ( dengan hitungan mundur) dan pamflet-pamflet bertuliskan angka, membuat pakaian-pakaian dan plakat-plakat memorial (dalam rangka perayaan tersebut), atau mencetak kartu-kartu dan buku-buku tulis, atau memberikan diskon khusus pada dagangan dan hadiah-hadiah uang dalam rangka (perayaan tersebut), atau kegiatan-kegiatan olah raga ataupun menyebarkan simbol khusus untuk hal itu.

Adapun fatwa Ketujuh berbunyi :

Seorang Muslim tidak boleh menganggap hari-hari besar orang-orang kafir, termasuk perayaan Milenium tersebut, sebagai momentum yang menyenangkan, atau waktu-waktu yang diberkahi, sehingga karenanya meliburkan pekerjaan, melangsungkan pernikahan, memulai aktifitas bisnis, membuka proyek-proyek baru dan lain sebagainya. Tidak boleh dia (seorang muslim) meyakini bahwa hari-hari seperti itu, memiliki keistimewaan yang tidak ada pada hari selainnya, karena hari-hari tersebut sama saja dengan hari-hari biasa lainnya. Dan karena hal ini, merupakan keyakinan yang rusak, yang tidak dapat merubah hakikat sesuatu, bahkan keyakinan seperti ini adalah dosa di atas dosa, kita memohon kepada Allah agar diselamatkan dan terbebas dari hal itu.

Dan fatwa ke delapan yang dikeluarkan oleh Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua oleh Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, dan Anggotanya Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid.

Berbunyi : Seorang Muslim tidak boleh mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar orang-orang kafir, karena hal itu merupakan bentuk keridoan atas kebatilan yang mereka berada diatasnya, dan membuat mereka bergembira, karenanya Ibnu Al-Qayyim berkata, "Adapun mengucapkan selamat terhadap ritual keagamaan orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka haram atau dilarang hukumnya menurut kesepakatan ijma’ para ulama, seperti mengucapkan selamat dalam rangka hari-hari besar mereka dan seterusnya, seperti mengucapkan 'Semoga hari besar ini diberkahi' atau ‘Selamat dalam hari raya ini’, atau ucapan semisalnya, dalam rangka hari besar tersebut. Dalam hal ini, kalaupun pengucapnya lepas dari kekufuran, akan tetapi dia tidak akan lolos dari melakukan hal yang diharamkan. Hal ini sama posisinya dengan bilamana dia mengucapkan selamat, karena dia (orang kafir) itu sujud terhadap salib. Bahkan, dosa dan kemurkaan terhafap hal itu lebih besar di sisi Allah, daripada mengucapkan selamat atas minum khamr, membunuh jiwa yang tidak berdosa, berzina dan semisalnya.

Banyak sekali orang yang tidak memiliki sedikitpun kadar Dien pada dirinya, (kemudian) terjerumus ke dalam hal itu, dan dia tidak menyadari jeleknya perbuatannya. Maka, siapa saja yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena suatu maksiat, bid'ah atau kekufuran yang dilakukannya, berarti dia telah mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah"
Kemudian fatwa yang terakhir mengenai hal ini, yang dikeluarkan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta, yakni fatwa Kesembilan, berbunyi :

Adalah suatu kehormatan bagi muslimin untuk berkomitmen terhadap kalender Hijriyah, kalender yang menandai hijrahnya Nabi mereka, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang disepakati para sahabat beliau – radiyallahu ‘anhum - Shallallahu 'alaihi wa sallam secara ijma'. Dan mereka jadikan kalender tanpa perayaan apapun. Hal itu kemudian diteruskan secara turun temurun oleh kaum Muslimin yang datang setelah mereka, sejak 14 abad yang lalu hingga saat ini. Karenanya dengan alasan ini, muslimin tidak boleh mengganti penggunaan kalender Hijriyah kepada kelender umat-umat selainnya, seperti kalender Milaadi (Gregorian atau Masehi) ini . Karena hal itu termasuk perbuatan menggantikan yang lebih baik dengan yang lebih jelek.

Maka dari itu kami wasiatkan kepada seluruh saudara-saudara kami, kaum muslimin, agar bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-sebenar takwa, berbuat ta'at dan menjauhi dosa terhadapNya, serta saling berwasiat dengan hal itu dan sabar atasnya.

Hendaknya setiap mukmin yang menjadi penasehat bagi dirinya, dan antusias atas keselamatannya dari murka Allah dan laknat-Nya di dunia dan di hari Akhir, berusaha keras di dalam merealisasikan ilmu dan iman, dengan menjadikan Allah semata sebagai Pemberi Petunjuk, Penolong, Hakim dan Pelindung, karena sesungguhnya Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Cukuplah Rabbmu sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong serta berdo'alah selalu dengan do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini : "(yang artinya) : Ya, Allah, Rabb Jibril, Rabb Mikail, Rabb Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib dan nyata. Engkau memutuskan hal yang diperselisihkan di antara para hambaMu, berilah petunjuk kepadaku terhadap kebenaran yang diperselisihkan dengan idzinMu, sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus" do’a ini Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam shahihnya, Shalah Al Musafirin, dengan nomor hadits 770.

Dan dengan Allah-lah segala kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam kepada Nabi kita Shalallahu ‘alaihi wassalam dan keluarganya serta sahabatnya. Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia. Dewan Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa (The Permanent Committee for Islaamic Research and Fataawa)
tertanda Ketua : Syaikh 'Abdul-'Aziz Ibnu 'Abdullaah Ibnu Muhammad aalusy-Syaikh. Wakil Ketua : Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan. Anggota : Syaikh Saalih Ibnu Fauzaan al-Fauzaan
Anggota : Syaikh Bakar Ibnu 'Abdullaah Abu Zaid.

Nah saudaraku se-Iman se-Aqidah, demikianlah beberapa fatwa dari Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang dikenal dengan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau menghadiri atau menyambut perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya. Semoga bermanfaat.

Dan sebagai penutup postingan kali ini, ada do’a yang dapat kita hafalkan dan amalkan. Do’a ini adalah salah satu do’a untuk berlindung dari perangai buruk, perilaku buruk, serta kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan tentunya penyakit hati, do’a ini kami kutipkan dari Shohiih Sunan at-Tirmidzi, hadits yang ke 3591, yang dishohiihkan oleh al-Alamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rahimahullahu Ta'ala Anhu, di dalam Shohiih wa Dho’if Sunan at-Tirmidzi. Dengan lafadz :

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ

“Ya Allah ! aku berlindung kepada-Mu, dari berbagai akhlaq yang buruk, amal perbuatan dan hawa nafsu yang buruk.”

Hukum Islam dalam menyambut / merayakan Tahun Baru Masehi

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Rabb yang maha pengasih lagi maha penyayang. Shalawat dan salam untuk Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam, Semoga shalawat dan salam juga terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam sampai hari kiamat.

Wahai saudaraku yang mencintai sunnah, tak terasa kita saat ini berada dipenghujung perhitungan tahun masehi. Sungguh ada hal-hal yang patut kita waspadai dan cermati. Karna disana, dipenghujung tahun masehi biasanya ada perayaan-perayaan yang merupakan salah satu ibadahnya kaum nasrani. Kaum yang menyimpang dari ketentuan Allah Azza wa Jalla.

Untuk itu, sebagai bentuk kehati-hatian dan menaati Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, agar aqidah kita sebagai seorang muslim tetap terjaga, dan tidak terjebak kedalam budaya jahiliyah dan budaya kaum kufar. Maka pada postingan kali ini, kami akan membawakan fatwa-fatwa dari Ulama-ulama terkemuka dunia yang berdomisili di Saudi Arabia, yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, dan Anggotanya Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta Syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana keilmuan mereka ini tak diragukan lagi, mereka terkenal akan ke ke-Istiqomahannya dalam menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah didalam kehidupan mereka. Dan kami sampaikan bahwa postingan ini juga banyak mengambil manfaat dan mengutip, dari pengantar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama tersebut. Semoga Allah menjaga mereka dan merahmati apa yang mereka usahakan.

Sungguh saudaraku se-Iman se-aqidah, nikmat yang ter-besar yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada kita, para hamba-Nya, adalah nikmat Islam, dan nikmat hidayah kepada jalan-Nya yang lurus. Dimana Allah Ta’ala mewajibkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon hidayah-Nya di dalam setiap shalat-shalat yang didirikan, dan kita selaku hamba-Nya memohon kepada-Allah Azza wa jalla, agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan istiqomah di atasnya. Dan dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan karakteristik jalan tersebut, yakni jalan orang-orang yang Allah beri nikmat, jalannya para Nabi, jalannya para shiddiqin, jalannya para syuhada dan jalannya orang-orang lurus, dan bukan jalan orang-orang yang menyimpang darinya, yakni Yahudi, Nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrikin.

Tentunya, jika nikmat-nikmat terbesar tersebut sudah diketahui dan disadari oleh setiap jiwa-jiwa kaum muslimin, maka wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat tersebut, yang dengan nikmat tersebutlah, mestinya kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla melalui lisan, amalan dan keyakinan kita. Selain itu tentunya kita juga hendaknya menjaga nikmat tersebut, dan memeliharanya, serta melakukan sebab-sebab yang dapat menghindarkan hilangnya nikmat tersebut dari diri kita. Dan beruntunglah, serta bersyukurlah, orang-orang yang telah diberikan pandangan yang mendalam yakni bashirah terhadap Dienullah, Bashirah terhadap Agama allah yang haq dan lurus ini dalam menjalani kehidupan, (semoga kita termasuk di dalamnya ! ).

Wahai saudaraku yang membenci bid’ah, kita ketahui dan rasakan bersama, saat ini telah terjadi pen-campur-adukan antara al-haq dan al-batil atas kebanyakan orang. Maka bagi orang-orang yang diberikan Bashirah, ia akan melihat dengan jelas segala upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan kebenarannya, dan memadamkan cahayanya, untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali pada Dienul Islam yang haq. Selain itu ikhwa fillah, marak sekarang ini propaganda, dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan atasnya, guna menghalangi seluruh manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu mari kita perhatikan firman Allah Azza wa Jalla di dalam Surah Al-Baqoroh ayat 109 :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا

حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ

مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”

Selanjutnya didalam Al-Qur’an Surah Ali ‘Imron ayat 69, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ

وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya : Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.”

Selain itu, diayat yang lain, yakni ayat ke-149, namun masih dalam Surah yang sama, yakni Surah Ali Imron, Allah azza wa Jalla berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا

إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا

يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ

فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta`ati orang-orang yang kafir tu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.

Namun kita janganlah bersedih atau berputus asa, karna meskipun demikian, Allah Ta'ala telah berjanji untuk menjaga Dien-Nya dan kitab-Nya, dari kejahilan dan peng-rusakan orang-orang kafir. Dimana Allah berfirman di dalam Surah Al-Hijr ayat 9 :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Dan tentunya, segala puji bagi Allah.

Dimana, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita, bahwa akan selalu muncul suatu golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka, ataupun menentang mereka, hingga datangnya hari Akhir.

Sekalai lagi wahai saudaraku. Segala puji bagi Allah, dan kita memohon kepada-Nya, Yang Maha Dekat dan Mengabulkan Do’a, agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin, termasuk dari golongan tersebut, yakni Thaifah Al-Mansyurah. Atau yang juga biasa disebut Al-Firqotun an-Najiyah.

Untuk itu, selalu lah dalam ketaqwaan kepada Allah, perbanyaklah bermajelis ilmu yang didalam nya diajarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ber-amallah sesuai dengan kemampuan kita serta bersabarlah. Sungguh apabila kita menetapi jalannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Ridwanallahu ‘alaihim jamian, kita akan terselamatkan di dunia dan akhirat. Insya Allah !

Karna Rasulullah telah mengabarkan bahwa yang namanya jama’ah itu yakni Ma ana alaihi wa ashabi “Yang Aku dan para Sahabatku berada diatasnya”. Jadi jangan ragu untuk mengamalkan Sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam di dalam kehidupan kita. Memang kita akan terasa asing ketika mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah, namun memang begitulah yang digariskan. Bahwa Islam itu awalnya asing, kemudian akan kembali asing. Dimana umatnya akan merasa asing ketika ada orang yang mengamalkan sunnah. Selain itu juga ada sebagian yang berpendapat, bahwa mengamalkan sunnah sekarang ini, ibaratkan menggenggam bara api... namun tidaklah mengapa wahai saudaraku, karna barangsiapa yang menegakkan sunnah, ia akan mendapatkan kemenangan yang besar. Dan tentunya apabila kita berpegang dan menjalankan apa yang Rasulullah sampaikan, kita tidak akan dapat disesatkan oleh para ahli kitab dan kaum kufar lainnya. Karna kita telah mengetahui makar-makar serta propaganda-propaganda mereka, melalui hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para sahabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan kepada kita Hidayah, dan memberikan kepada kita Ilmu yang bermanfaat, serta memberikan kita kemudahan dan kekuatan untuk mengamalkan Sunnah. Laa hau laa wa laa quata illa billah... tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah

Dan sebagaimana yang ana sampaikan diawal, bahwa pada postingan kali ini akan berisikan fatwa-fatwa Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yakni Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang beranggotakan Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa ini, setelah mendengar dan melihat adanya penyambutan yang begitu meriah, dan perhatian yang serius dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, serta orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam, serta yang terpengaruh oleh mereka, berkenaan dengan berakhirnya tahun Masehi dan datangnya tahun baru Masehi, menurut kalender Eropa atau Masehi, maka tidak bisa tidak, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta merasa perlu dan berkewajiban memberikan nasehat, dan penjelasan kepada seluruh kaum Muslimin tentang makna momentum ini, serta hukum syariat Islam yang murni ini atasnya, sehingga kaum Muslimin memahami dengan baik Agama mereka, dan berhati-hati atas penyimpangan, dan kesesatan yang dimurkai Allah .

Berikut petikan fatwa tersebut, dimana Dikatakan didalam fatwa pertama :

Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. Demikian pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Maka, wajib bagi seorang Muslim untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih hanya kepalsuan belaka.

Adapun fatwa yang kedua :

Momentum ini (yakni perayaan tahun baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan menurut syari'at Islam. Diantaranya propaganda kepada penyatuan agama-agama atau pluralisme, penyetaraan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan simbol-simbol kekufuran, yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani dan Yahudi, serta perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan semisalnya yang mengandung beberapa hal ; bisa jadi pernyataan bahwa syari'at Nashrani dan Yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut, dapat menyampaikan kepada Allah juga. Bisa jadi, adanya anggapan baik terhadap sebagian dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan Dien al-Islam. Semuanya dalam rangka penambahan atas fakta, yang merupakan bentuk kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Islam dan konsensus atau ijma' umat ini. Apalagi hal itu adalah sebagai salah satu bentuk penjauhan Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.

Adapun fatwa yang ketiga Berbunyi :

Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :
وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.

(kemudian) Dalam hadits yang shahih, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" hadits ini derajatnya shohiih, Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra dan dalam Kanzul-'Amal.

Selain itu Umar Ibn al Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka". Hadits ini Sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Musannaf, dan telah disahihkan oleh Ibn Taymiyyah in al-Iqtidaa. Wallahu a’lam bish-shawab.

Nah saudaraku, demikianlah beberapa fatwa dari Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang dikenal dengan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau menghadiri perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya. Dan insya Allah fatwa-fatwa mengenai hal tersebut akan kami lanjutkan pada postingan berikutnya, Semoga bermanfaat.