Selasa, 28 Desember 2010

Hukum Islam dalam menyambut / merayakan Tahun Baru Masehi

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Rabb yang maha pengasih lagi maha penyayang. Shalawat dan salam untuk Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam, Semoga shalawat dan salam juga terlimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasallam sampai hari kiamat.

Wahai saudaraku yang mencintai sunnah, tak terasa kita saat ini berada dipenghujung perhitungan tahun masehi. Sungguh ada hal-hal yang patut kita waspadai dan cermati. Karna disana, dipenghujung tahun masehi biasanya ada perayaan-perayaan yang merupakan salah satu ibadahnya kaum nasrani. Kaum yang menyimpang dari ketentuan Allah Azza wa Jalla.

Untuk itu, sebagai bentuk kehati-hatian dan menaati Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, agar aqidah kita sebagai seorang muslim tetap terjaga, dan tidak terjebak kedalam budaya jahiliyah dan budaya kaum kufar. Maka pada postingan kali ini, kami akan membawakan fatwa-fatwa dari Ulama-ulama terkemuka dunia yang berdomisili di Saudi Arabia, yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, dan Anggotanya Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta Syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana keilmuan mereka ini tak diragukan lagi, mereka terkenal akan ke ke-Istiqomahannya dalam menegakkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah didalam kehidupan mereka. Dan kami sampaikan bahwa postingan ini juga banyak mengambil manfaat dan mengutip, dari pengantar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama tersebut. Semoga Allah menjaga mereka dan merahmati apa yang mereka usahakan.

Sungguh saudaraku se-Iman se-aqidah, nikmat yang ter-besar yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada kita, para hamba-Nya, adalah nikmat Islam, dan nikmat hidayah kepada jalan-Nya yang lurus. Dimana Allah Ta’ala mewajibkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon hidayah-Nya di dalam setiap shalat-shalat yang didirikan, dan kita selaku hamba-Nya memohon kepada-Allah Azza wa jalla, agar mendapatkan hidayah ke jalan yang lurus dan istiqomah di atasnya. Dan dalam hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan karakteristik jalan tersebut, yakni jalan orang-orang yang Allah beri nikmat, jalannya para Nabi, jalannya para shiddiqin, jalannya para syuhada dan jalannya orang-orang lurus, dan bukan jalan orang-orang yang menyimpang darinya, yakni Yahudi, Nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrikin.

Tentunya, jika nikmat-nikmat terbesar tersebut sudah diketahui dan disadari oleh setiap jiwa-jiwa kaum muslimin, maka wajib bagi seorang Muslim untuk mengenal kadar nikmat tersebut, yang dengan nikmat tersebutlah, mestinya kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla melalui lisan, amalan dan keyakinan kita. Selain itu tentunya kita juga hendaknya menjaga nikmat tersebut, dan memeliharanya, serta melakukan sebab-sebab yang dapat menghindarkan hilangnya nikmat tersebut dari diri kita. Dan beruntunglah, serta bersyukurlah, orang-orang yang telah diberikan pandangan yang mendalam yakni bashirah terhadap Dienullah, Bashirah terhadap Agama allah yang haq dan lurus ini dalam menjalani kehidupan, (semoga kita termasuk di dalamnya ! ).

Wahai saudaraku yang membenci bid’ah, kita ketahui dan rasakan bersama, saat ini telah terjadi pen-campur-adukan antara al-haq dan al-batil atas kebanyakan orang. Maka bagi orang-orang yang diberikan Bashirah, ia akan melihat dengan jelas segala upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan kebenarannya, dan memadamkan cahayanya, untuk menjauhkan kaum muslimin dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali pada Dienul Islam yang haq. Selain itu ikhwa fillah, marak sekarang ini propaganda, dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan atasnya, guna menghalangi seluruh manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu mari kita perhatikan firman Allah Azza wa Jalla di dalam Surah Al-Baqoroh ayat 109 :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ

لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا

حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ

مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”

Selanjutnya didalam Al-Qur’an Surah Ali ‘Imron ayat 69, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ

وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

Artinya : Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.”

Selain itu, diayat yang lain, yakni ayat ke-149, namun masih dalam Surah yang sama, yakni Surah Ali Imron, Allah azza wa Jalla berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا

إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا

يَرُدُّوكُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ

فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta`ati orang-orang yang kafir tu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.

Namun kita janganlah bersedih atau berputus asa, karna meskipun demikian, Allah Ta'ala telah berjanji untuk menjaga Dien-Nya dan kitab-Nya, dari kejahilan dan peng-rusakan orang-orang kafir. Dimana Allah berfirman di dalam Surah Al-Hijr ayat 9 :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

Dan tentunya, segala puji bagi Allah.

Dimana, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kita, bahwa akan selalu muncul suatu golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan mereka orang yang menghinakan mereka, ataupun menentang mereka, hingga datangnya hari Akhir.

Sekalai lagi wahai saudaraku. Segala puji bagi Allah, dan kita memohon kepada-Nya, Yang Maha Dekat dan Mengabulkan Do’a, agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin, termasuk dari golongan tersebut, yakni Thaifah Al-Mansyurah. Atau yang juga biasa disebut Al-Firqotun an-Najiyah.

Untuk itu, selalu lah dalam ketaqwaan kepada Allah, perbanyaklah bermajelis ilmu yang didalam nya diajarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ber-amallah sesuai dengan kemampuan kita serta bersabarlah. Sungguh apabila kita menetapi jalannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Ridwanallahu ‘alaihim jamian, kita akan terselamatkan di dunia dan akhirat. Insya Allah !

Karna Rasulullah telah mengabarkan bahwa yang namanya jama’ah itu yakni Ma ana alaihi wa ashabi “Yang Aku dan para Sahabatku berada diatasnya”. Jadi jangan ragu untuk mengamalkan Sunnah-sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam di dalam kehidupan kita. Memang kita akan terasa asing ketika mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah, namun memang begitulah yang digariskan. Bahwa Islam itu awalnya asing, kemudian akan kembali asing. Dimana umatnya akan merasa asing ketika ada orang yang mengamalkan sunnah. Selain itu juga ada sebagian yang berpendapat, bahwa mengamalkan sunnah sekarang ini, ibaratkan menggenggam bara api... namun tidaklah mengapa wahai saudaraku, karna barangsiapa yang menegakkan sunnah, ia akan mendapatkan kemenangan yang besar. Dan tentunya apabila kita berpegang dan menjalankan apa yang Rasulullah sampaikan, kita tidak akan dapat disesatkan oleh para ahli kitab dan kaum kufar lainnya. Karna kita telah mengetahui makar-makar serta propaganda-propaganda mereka, melalui hadits-hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para sahabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan kepada kita Hidayah, dan memberikan kepada kita Ilmu yang bermanfaat, serta memberikan kita kemudahan dan kekuatan untuk mengamalkan Sunnah. Laa hau laa wa laa quata illa billah... tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah

Dan sebagaimana yang ana sampaikan diawal, bahwa pada postingan kali ini akan berisikan fatwa-fatwa Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yakni Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang beranggotakan Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa ini, setelah mendengar dan melihat adanya penyambutan yang begitu meriah, dan perhatian yang serius dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, serta orang-orang yang menisbatkan diri kepada Islam, serta yang terpengaruh oleh mereka, berkenaan dengan berakhirnya tahun Masehi dan datangnya tahun baru Masehi, menurut kalender Eropa atau Masehi, maka tidak bisa tidak, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta merasa perlu dan berkewajiban memberikan nasehat, dan penjelasan kepada seluruh kaum Muslimin tentang makna momentum ini, serta hukum syariat Islam yang murni ini atasnya, sehingga kaum Muslimin memahami dengan baik Agama mereka, dan berhati-hati atas penyimpangan, dan kesesatan yang dimurkai Allah .

Berikut petikan fatwa tersebut, dimana Dikatakan didalam fatwa pertama :

Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. Demikian pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Maka, wajib bagi seorang Muslim untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih hanya kepalsuan belaka.

Adapun fatwa yang kedua :

Momentum ini (yakni perayaan tahun baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan menurut syari'at Islam. Diantaranya propaganda kepada penyatuan agama-agama atau pluralisme, penyetaraan Islam dengan aliran-aliran dan sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan simbol-simbol kekufuran, yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani dan Yahudi, serta perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan semisalnya yang mengandung beberapa hal ; bisa jadi pernyataan bahwa syari'at Nashrani dan Yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut, dapat menyampaikan kepada Allah juga. Bisa jadi, adanya anggapan baik terhadap sebagian dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan Dien al-Islam. Semuanya dalam rangka penambahan atas fakta, yang merupakan bentuk kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Islam dan konsensus atau ijma' umat ini. Apalagi hal itu adalah sebagai salah satu bentuk penjauhan Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.

Adapun fatwa yang ketiga Berbunyi :

Banyak sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka. Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis) adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan keagamaan.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :
وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.

(kemudian) Dalam hadits yang shahih, yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?". Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedul Fithri" hadits ini derajatnya shohiih, Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra dan dalam Kanzul-'Amal.

Selain itu Umar Ibn al Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka". Hadits ini Sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam Musannaf, dan telah disahihkan oleh Ibn Taymiyyah in al-Iqtidaa. Wallahu a’lam bish-shawab.

Nah saudaraku, demikianlah beberapa fatwa dari Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang dikenal dengan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau menghadiri perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya. Dan insya Allah fatwa-fatwa mengenai hal tersebut akan kami lanjutkan pada postingan berikutnya, Semoga bermanfaat.

1 komentar:

Septian Medio mengatakan...

Syukron , atas info pengetahuannya

Visit balik blog ana,,,,

http://godric10knowledges.blogspot.com