Kamis, 27 Maret 2008

Muqoddimah Al-Forqon


Bismillahirrahmaa nirrahimm
Assalamualaikum warahmatullah

Wahai sauadaraku... datangnya Bulan Robi'ul Awwal
Mengingatkan kita pada sebuah peristiwa, kelahiran teragung sepanjang sejarah umat manusia. Peristiwa tersebut yakni Kelahiran Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, utusan Allah Azza Wajalla yang termulia dan penutup risalah langit.
Berbagai simbol kecintaan pun digiatkan oleh sebagian besar kaum muslimin, seperti biasa kita lihat... digelarlah berbagai perlombaan yang katanya "Islami", dirayakan peringatan Maulid Nabi di berbagai tempat, mulai dari Rumah RT, Mushola, Sekolah, Masjid, Instansi, bahkan sampai menjadi hari libur nasional di Negeri ini.
Dengan begitu giat dan "ikhlas" saudara-saudara kita melakukan itu semua. Tenaga, waktu bahkan harta mereka korbankan demi menyukseskan Peringatan Maulid Nabi, dengan sebuah alasan bahwa ini adalah bentuk cinta kepada Rasul-Nya Shalallahu Alaihi Wasallam.
Namun saudaraku...
Betulkan begitu cara mencintai beliau (Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam ?
Betulkah dengan cara yang demikian..?
Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin...Mencintai Rasulullah halallahu Alaihi Wasallam adalah sebuah ibadah agung yang akan mendapat balasan dan pahala yang besar dari Allah Azza Wajalla.
Ketika Rasulullah Shalallahu Alaihi wasallam menyebutkan orang yang akan merasakan lezatnya iman, diantaranya Rasulullah menyebutkan : "...Seseorang yang mencintaiku lebih dari cintanya kepada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya serta semua orang lainnya."
Kemudian ada juga riwayat dari al-Imam At-Tirmidzi (semoga Allah erahmatinya)dengan sanad Shohiih dari sahabat Anas bin Malik Radiyallahu Anhu, ia berkata : "Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam lalu bertanya : 'Kapan terjadinya hari kiamat?' maka Rasulullah pun bergegas menjalankan (mendirikan) sholat. Selesai Sholat beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam)bangkit dan bertanya : "Siapa yang bertanya tentang datangnya kiamat tadi ?' Maka laki-laki itu menjawab : "Saya wahai Rasulullah." "Apa yang telah engkau persiapkan ?' Tanya Rasulullah lagi. Orang tadi menjawab : "Saya tidak mempunyai banyak sholat dan puasa, hanya saja saya mencintai Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Sesungguhnya itu bersama orang yang dia cintai, dan engkau akan bersama orang yang engkau cintai."
Jadi Siapakah yang dicintai orang tersebut ?
Wahai Saudaraku.. yang merindukan Jannah..
Sudah merupakan sesuatu yang baku dan tetap pada kaummuslimin, bahwa yang namanya ibadah TIDAK AKAN DITERIMA oleh Allah Azza Wajalla kecuali dilakukan dengan "IKHLAS" hanya karena Allah dan sesuai dengan tuntunan "ITTIBA'" Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Dan masalah ke-IKHLASAN adalah masalah atau urusan si pelaku dengan Allah Azza Wajalla saja, jadi tidak ada satu orangpun selain si pelaku yang mengetahuinya. Namun yang patut dan perlu kita pertanyakan adalah Apakah semua telah sesuai dengan tuntunan Rasulullah dalam cara mencintai beliau (Shalallahu 'Alaihi Wasallam) ?
Apakah Rasulullah memerintahkan, mencontohkan atau menyetujui ekspresi cinta semacam itu ? Kalau ada yang mengatakan : "Ya". Maka datangkanlah kepada kami dalil shohiih yang menyatakan hal tersebut, dan Insya Allah (Saudaraku...) kami akan segera mengamalkannya. tetapi kalau tidak, maka apakah kita melakukan sesuatu ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh beliau dan para sahabatnya ?
Siapakah yang lebih mencintai beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam) ? Kita... atau para Sahabat Ridwanallahu Alaihim Ajemain ? Sudah barang tentu Para Sahabat Ridwanallahu Alaihim Ajemain jawabannya. JIka demikian Saudaraku..., Apakah mereka (para sahabat) melakukan itu semua !? Wallahi, seandainya perbuatan tersebut baik, dan seandainya perbuatan itu adalah bentuk kecintaan kepada beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam), niscaya merekalah (para Sahabat Ridwanallahu 'Alaihim Ajemain) orang yang paling dahulu melakukannya.
Sadarlah Wahai Saudaraku...! Bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda : "Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya dari kami, maka amal itu tertolak." Rawahu Bukhari-Muslim (Semoga Allah merahmatinya).
Bukankah agama kita telah sempurna ?
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah mengajarkan pada kita ummatnya tata cara buang hajat, perpakaian, dan lainnya... lalu mungkinkah beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam) tidak meninggalkan, tidak mengajarkan bagaimana cara mencintai beliau ? Ini adalah sebuah kemustahilan !
Oleh karena itu Saudaraku... cintailah beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam) dengan cara yang beliau contohkan dan diamalkan oleh para sahabatnya (Ridwanallahu Alaihim Ajemain) serta para ulama yang telah mengikuti mereka dengan baik. Wallahu 'Aalam
Semoga Allah Azza Wajalla selalu melimpahkan kita ilmu yang bermanfaat, Rizky yang baik dan Amalan yang diterima...

Minggu, 23 Maret 2008

Fiqih Realitas pakah Realistis ?

Assalamu Alaikum
warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji hanya bagi Allah, Kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan serta berlindung kepada-Nya dari segala kejahatan diri dan semua kekeliruan amal kami. barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorangpun yang mampu menyesatkannya. Dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya, maka tiada seorangpun yang mampu memberi petunjuk padanya.
Aku bersaksi bahwa Tiada Rabb yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Amma Ba'du
Sebelum nya ana ucapkan Barakallahu fikum.. kepada ukhti Nia. Jazakillah Khair atas postingnya mengenai " Berhati-hati dengan Sallam "Semoga Allah Azza Wajalla memberkahi dan merahmati apa apa yang Anti usahakan dan membalasnya dengan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Toyib Saudara ku se-iman dan se-aqidah. Sudah cukup banyak pembahasan tentang Fiqhul Waqi' atau yang dikenal dengan fiqih Realitas. baik yang ditulis melalui buku, maupun jurnal-jurnal ilmiah. Semua itu saudaraku yang mengharapkan ridho Allah, menunjukkan perhatian yang cukup besar dan tinggi bagi disiplin ilmu yang menurut ulama-ulama adalah disiplin ilmu yang masih relatif baru. Dan lazimnya ... ya..sebuah disiplin ilmu yang "baru" tentunya banyak aspek yang menjadi sasaran di dalam kajiannya guna menilai suatu objek pengetahuan tertentu untuk layak menjadi sebuah ilmu tersendiri. Misalnya nih.. tentang sumber, kemudian cakupan, lalu batasan-batasannya, lantas analisanya dan lain sebagainya deh. Dan disiplin ilmu baru ini "Fiqhul Waqi' aspek-aspeknya telah dibahas oleh
ulama-ulama dengan pemaparan yang berbeda-beda, namun perbedaan tersebut semangkin mengkokohkan disiplin ilmu 'baru" ini. Sebenarnya saudaraku... praktek dan pengamalan tentang Fiqhul Waqi' itu sendiri telah berlangsung lama. Jika kita membuka berbagai karya besar ulama yang berjilid-jilid tebalnya, maka akan kita temui "Walau tidak secara khusu berbicara tentang Fiqhul Waqi'" berbagai semangat, pemikiran dan penerapannya tentang disiplin ilmu "baru" ini. Contoh yang amat sederhana dan amat Ma'tsur (terkenal ghitu Lho), Dimana Khalifah Umar ibnul Khaththab Radiyallahu Anhu pernah tidak memotong tangan seorang pencuri, karna ternyata saat itu musim paceklik dan kelaparan terjadi dimana-mana. Nah ini hanyalah bukti sederhana, betapa fatwa dan vonis hukuman sangat dipengaruhi
oleh pertimbangan situasi atau realita dan kondisi yang ada saat itu. Namun saudaraku.. di sisi lain, dijaman sekarang ini... tidak sedikit orang yang berlebih-lebihan dalam menyikapi disiplin ilmu "baru" ini. Yang akhirnya menempatkan Fiqhul Waqi' dalam posisi diatas fiqih yang lebih besar yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Walaupun demikian , kajian tentang Fiqhul Waqi' dan berbagai disiplin ilmu keislaman lainnya, harus lah terus kita dorong dan tumbuh kembangkan (sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan kita tentunya) agar kita selaku pemuluk agama yang agung ini cerdas, dan bijak dalam melihat berbagai permasalahan umat. Sehingga apa yang kita lakukan di dunia yang penuh dengan hal-hal baru ini, betu-betul memperhatikan situasi dan kondisi, dengan tetap berpegang teguh pada tuntunan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman Shalafus Shalih Ridwanallahu 'Alaihim Ajemain. Wallahu Allam.
Toyib Saudaraku yang mengharapkan Ridho Allah... Semoga Allah Azza Wajalla senantiasa melimpahkan ilmu yang bermanfaat, melimpahkan rizky yang baik serta amalan yang diterima bagi kita semua... Salah satu kaidah ilmu, amal dan tarbiyah yang terpenting, yang harus kita jadikan pijakan dan sandaran adalah Firman Allah Azza Wajalla di dalam Surah Al-Isra ayat 36, dimana dinyatakan
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya."
insya Allah akan ana sambung di waktu dan kesempatan lain .
Do'a kan ya....


Selasa, 18 Maret 2008

Kutipan "Ksyfus Syubhat"

Bismillahirrahmanirrahim

Sesungguhnya segala puji hanyalah milik Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya dan memohon ampunan-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh-Nya, maka tidak seorangpun yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Wahai Saudaraku...Apa yang Ana sajikan ini merupakan perkataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahumullah. Apa yang beliau katakan ini sangatlah penting
sebagai penjelas dan penerang di dalam memahami agama ini, juga guna menghilangkan kesamaran dan kemusykilan. Dimana banyak saudara kita yang bersyahadat terjerumus ke dalamnya disebabkan oleh berpalingnya mereka dari
mempelajari agama ini dengan pemahaman Shalafus Shalih Ridwanallahu 'Alaihim Ajemain, serta berpalingnya mereka dari kewajiban yang telah diwajibkan Allah atas mereka. Namun saudaraku.. sebaik -baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu 'Alaihi wasalla. Dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah salah seorang penerus dan penegak Manhaj Nabawiyah yang haq yang pada dirinya tidak terlepas dari kesalahan dan ke khilafan... "Semoga Allah Azza Wajalla merahmatinya."
Toyib Saudaraku...
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahumullah berkata : "Tak diperselisihkan bahwa tauhid itu harus dengan hati, lisan, dan amal perbuatan. Jika salah satu saja dari ketiga-nya tidak terdapat pada diri seseorang, maka orang tersebut belum menjadi seorang Muslim.
Bila seseorang mengetahui tentang Tauhid, namun tidak mengamalkannya, berarti ia seorang kafir Mu'anid (penentang), seperti Fir'aun, Iblis dan siapa saja yang semisal dengan keduanya.
Dalam hal ini, banyak orang yang keliru. Mereka mengatakan, "Ini memang benar, dan kami punmemahami hal ini serta bersaksi bahwa ini memang benar." Akan tetapi... kami tidak mampu mengerjakannya, karna adat dan kebiasaan penduduk dan kami harus mengikuti adat dan budaya penduduk setempat."
Sementara rakyat tidak mengerti (menyadari) bahwa kebanyakan para pemimpin kafir pun sebenarnya mengetahui kebenaran, dan mereka itu tidaklah meninggalkan kebenaran, kecuali karna suatu alasan saja sebagaimana yang dikatakan oleh Allah Ta'ala : "Mereka menukar ayat-ayat Allah dengan harga sedikit." (QS. At-Taubah ayat 9). "Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri." (QS. Al-Baqarah ayat 146).
(Jadi Saudarakau... ) Jika seseorang telah mengamalkan tauhid dalam bentuk amalan secara Dzohir (lahiriyah), padahal ia tidak memahaminya atau tidak meyakininya dengan hatinya, maka ia berarti seorang menuafik yang lebih buruk dari pada orang yang kafir tulen. "Sesungguhnya orang-orang menafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.' (QS. An-Nisa ayat 145).
Jika kita perhatikan pada lidah-lidah manusia. (Maka) akan kita lihat orang yang sebenarnya mengetahui kebenaran, namun ia meninggalkan kebenaran itu dan tidak mau mengamalkannya karena takut berkurangnya nilai-nilai dunia, atau berkurangnya pangkat dan kehormatan (bahkan sampai pada tahap memerangi Ahlut-Tauhid wal-Ittiba'), atau karena ingin menjilat kepada seseorang. Dan akan terlihat orang yang mengamalkan kebenaran secara lahiriyah saja, namun tidak di dalam hatinya. jika ditanyakan kepadanya mengenai apa yang diyakini oleh hatinya, ternyata ia tidak tahu. (Naudzubillahi Tsuma Naudzubillah).
Yang harus dipahami (berkenaan dengan masalah ini) adalah dua ayat dari Firman Allah Ta'ala :
Pertama : "Tidak usah kamu meminta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman." (QS. At-Taubah ayat 66).
(dan kita ketahui melalui siroh) dimana ada beberapa orang yang ikut berperang bersama Rasulullah Shalallahu 'Alahi Wasallam melawan bangsa Romawi bisa menjadi kafir disebabkan satu kalimat yang mereka ucapkan dalam bentuk kelakar dan main-main, maka akan menjadi jelaslah bagi anda bahwa orang yang mengucapkan kekufuran atau mengamalkan kekufuran itu hanya karena takut akan kurangnya harta, atau kehormatan, atau karena menjilat terhadap seseorang itu tentunya lebih besar nilai kekufuran-nya daripada kekufuran orang yang mengucapkan kalimat senda gurau.
Kedua : "Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia lebih dari akhirat." (QS. An-Nahl ayat 106-107).
Wahai saudaraku..."Tidak setiap orang yang melakukan tindak kekufuran itu dapat dihukumi kafir, mengingat suatu perkataan atau perbuatan itu terkadang memang merupakan kekufuran, akan tetapi kekufuran itu tidak dapat dimutlakkan atas orang yang mengatakan atau orang yang mengkafirkan seseorang kecuali harus memenuhi syartnya. Sebab untuk mengkafirkan seseorang harus terlebih dahulu dapat dipastikan adanya syarat-syarat pengkafiran (takfir) pada diri orang tersebut serta tidak terdapat penghalang-penghalang." Wallahu A'alam

Minggu, 16 Maret 2008

Addienun nasehah


Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kaifahalukum... Wahai saudaraku seiman se-Aqidah.
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Agama Adalah Nasehat" Kami (para Sahabat) berkata : "Untuk siapa wahai Rasulullah?" Beliau (Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam) berkata, "Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan para pemimpin kaum muslimin serta segenap kaum muslimin." Rawahu Muslim (semoga Allah merahmatinya).
Nah saudaraku...
Untuk mengamalkan sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ini lah, Ana memperuntukkan apa yang Ana sebut sebagai nasehat (wallahu 'Allam), kepada diri Ana sendiri dan kepada Jama'ah-jama'ah Islam yang ada, agar berpegang kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman para Shalafus Shalih Ridwanallahu 'Alaihim Ajemain. Di dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh al-Imam Malik (semoga Allah merahmatinya) dan dishohiihkan oleh Al-Alamah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-AlBani dalam Shohiih al-Jami', Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Aku tinggalkan atas kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya yakni Kitabullah (Al-Qur'an) dan sunnah Rasul-Nya. Masihkah kita ragu untuk berpegang pada keduanya... Padahal sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam.
Coba antum buka Al-Qur'an Surah An-Nisa ayat 59, disana sangatlah jelas dan terang, seterang sinar Matahari, dimana Allah Azza Wajalla menerangkan, "Jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya." Dan hanya kepada Allah lah kita beribadah dan hanya kepada-Nya lah kita memohon pertolongan. Sesungguhnya saudaraku... ilmu itu di dapat hanya dengan belajar...bukan dengan mimpi atau mengkhayal." Jadi saudaraku...Wajib atas kita dan semua jama'ah-jama'ah islamiyah yang ada untuk selalu menuntut ilmu yang syar'i dan menghindari bergolong-golongan yang tercela karna saudaraku.. hal tersebut hanya akan membawa kita kepada perpecahan, kemudian saling mentahjir dan saling mengkafirkan (Naudzubillahi mindzalik), padahal seharusnya lah kita saling tolong menolong dalam hal yang memberi manfaat dan memberikan kebaikan bagi kaum muslimin. Sebagaimana Qur'an Surah Al-Maidah ayat 2 : "Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan dan jangalah kalian tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan." Dan yang tak kalah pentingnya yang harus kita ingat dan camkan di dalam dada-dada kita, bahwa Janganlah kita saling mendengki dan saling memusuhi satu sama lain. Di dalam riwayat Muslim (semoga Allah merahmatinya), Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Janganlah kalian saling mendengki dan janganlah saling memusuhi serta janganlah saling membelakangi.' Dan hendaknya kita semua harus mau menerima nasehat, jika memang nasehat tersebut sesuai dengan Al-Qur'an dan hadits yang shohiih. Karna Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda : "Agama ini adalah nasehat." Rawahu Muslim.
Jadi Saudaraku...jIka kita melihat sesuatu yang tidak benar dan menyalahi dari apa yang Rasulullah ajarkan dan contohkan dalam Ibadah dan prilaku, maka nasehatilah dengan cara-cara yang ma'ruf dan Rifq dengan bahasa yang baik, yang sesuai dengan al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam yang shohiih, kemudian yang kita ingkari adalah perbuatannya bukan orangnya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad (semoga Allah merahmatinya) dengan derajat Hasan, dimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam bersabda, "Semua keturunan Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang mau bertobat." Selain itu saudaraku... jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam Agama, karna Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam melalui haditsnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (semoga Allah merahmatinya) dengan derajat Shohiih, bersabda, "Jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam Agama, sesungguhnya yang menghancurkan umat-umat sebelum kalian adalah sikap berlebih-lebihan dalam agama." Wallahu Allam bishowab.
Dan Ana akhiri apa yang ana namakan nasehat ini dengan do'a yang digunakan oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu ketika mengakhiri perkataannya di dalam Kaifa ihtadaitu ila At-Tauhid Wa Ash-Shiroth Al-Mustaqim. "Ya Allah perbaikilah keadaan antara kami, persatukanlah hati kami dan tunjukilah kami jalan yang selamat. Ya Allah... Jadikanlah kami orang-orang yang memberi dan mendapat petunjuk. Bukan orang-orang yang sesat dan menyesatkan."
Ya Allah...hamba memohon kepada-Mu...Semoga apa yang hamba-Mu usahakan ini membawa manfaat bagi hamba-Mu pribadi dan kaum Muslimin, dan menjadikan apa yang hamba-Mu ini usahakan sebagai amalan yang ikhlas.