Sabtu, 03 Juli 2010

Etika di Bulan Rajab

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ


Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang yang merajai hari pembalasan, yang telah memberikan petunjuk bagi yang dikehendaki, serta menyesatkan yang dikehendaki. Yang telah mengutus seorang Rasul, yang telah menunaikan amanah-Nya dan menyampaikan risalah-Nya. Wahai saudaraku yang se-Iman se-Aqidah. Tidak ada satu kebaikanpun, kecuali telah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam perintahkan. Dan tidak ada satu keburukan pun kecuali telah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam larang, sehingga agama Islam ini telah sempurna, dan tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan.

Nah sebagaimana yang ana sampaikan dipostingan sebelumnya bahwa Insya Allah bahasan mengenai Bulan rajab akan ana lanjutkan lagi, maka inilah realisasi dari tulisan tersebut.

Wahai saudaraku yang selalu mengharapkan rahmat dan Ridho Allah Azza wa Jalla di dalam setiap amal dan perbuatan. Sebagaimana kita ketahui dari beberapa tarikh atau siroh bahwa Bulan Rajab adalah bulan yang juga diagungkan oleh orang-orang jahiliyah semenjak dulu. Namun begitu kedatangan islam, maka Islam meluruskan cara-cara pengagungan terhadap Bulan tersebut. Berikut ana sampaikan beberapa perkataan para Salafus Sholeh kita tentang keutamaan Bulan rajab serta tata cara pengagungannya dengan mengerjakan amalan-amalan yang tentunya dibenarkan oleh Syariat islam di Bulan Rajab.

Sebagaimana yang telah ana sampaikan dipostingan sebelumnya, bahwa di dalam Islam , Bulan Rajab dikenal sebagai salah satu diantara empat Asyhuurun Hurum. Yakni bulan-bulan haram, bulan-bulan yang diharamkan didalamnya untuk memulai melancarkan peperangan selain Bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, serta Muharram. Dan Allah Azza Wa jalla telah menyebutkan adanya keempat bulan haram ini di Surah At Taubah ayat 36 :


إِن عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهرًا


فِى كِتَبِ اللهِ يَوْمَ السَّمَوَ تِ وَالْأَرْضَ


مِنْهَاأَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ج ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ج


فَلاَ تَظْلِمُواْفِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ج ...


“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…

Dan kita ketahui bersama bahwa bulan Rajab dikatakan bulan mulia, karna memang Bulan Rajab termasuk kedalam empat bulan haram tersebut. Namun amat disayangkan , ternyata model pengagungan orang-orang jahiliyah terhadap bulan Rajab mengimbas kepada sebagian kaum Muslimin. Bulan Rajab dianggap memiliki keutamaan khusus untuk melakukan peribadatan tertentu, seperti berpuasa pada siang hari kamis pertama bulan Rajab atau melakukan sholat sunnah tertentu pada malam harinya atau malam-malam tertentu di bulan Rajab. Padahal dalil yang menyebutkan keutamaan tersebut masih perlu dikritisi bahkan ulama yang tegak diatas Al-Qur’an dan Sunnah melarang akan hal itu. Maka sudah sepatutnyalah Umat Islam bersikap kritis. Berusaha agar amal-amal perbuatan yang dilakukan harus selalu dilandasi itiba’ atau bersadarkan tuntunan dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, disamping ikhlas. Sebagaimana yang kami kutip dari Majalah As-Sunnah, Al Hafizh Ibnu hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab menyebutkan bahwa tidak ada hadits shohih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan sholat malam khusus pada malam harinya. Demikian pula al-Alamah Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahumullah yang wafat tahun 751 Hijriah, beliau (Semoga Allah Merahmatinya) berkata di dalam Al Manar Al Munif bahwa hadits yang menyebutkan puasa rajab dan Sholat pada sebagian malamnya, maka itu sesuatu yang diada-adakan.”

Dan ketahuilah wahai saudaraku. Qotadah Rahimahullah berkata , “Amal sholih lebih besar pahalanya pada bulan Haram dan melakukan kezhaliman pada bulan itu dosanya lebih besar dibanding pada bulan-bulan selainnya, meskipun kedzoliman di setiap keadaan tetap besar dosanya. Selain itu Ibnu Jarir Rahimahullah menukil riwayat dari Ibnu Abbas bahwa Empat bulan dikhususkan dalam penghormatan, karena setiap maksiat lebih besar dosanya dan setiap amal shalih berpahala lebih besar.

Wahai saudaraku yang mencintai Sunnah. Bulan Razab berasal dari Lafadz TARJIB yang berarti mengagungkan. Dan menurut pendapat mayoritas, lafadz Rajab termasuk MUSYTAQ (kata bentukan), dan ini adalah pendapat yang paling kuat (sebagaiamana penjelasan dari tulisan / kutipan yang kami ambil manfaatnya). Artinya saudaraku, dia memuliakan dan mengagungkannya karena penghormatan orang Arab kepadanya. Oleh karena itu, Rajab dikatakan al Murajab (yang diagungkan, dimuliakan) di dalam Zadul Masir sebagaimana yang kami kutip dari As Sunnah, Al Qadhi Abu Ya’la berkata bahwa Rajab dinamakan Bulan Haram karena mengandung dua makna. Pertama, diharamkan berperang di dalamnya dan orang-orang jahiliyah pun meyakini akan larangan berperang ini. kemudian yang kedua, karena melanggar larangan –larangan pada bulan Rajab ini lebih berat dosanya dibanding pada bulan selainnya. Demikian pula jika kita melakukan ketaatan.

Untuk itulah wahai saudaraku se-Iman dan se-Aqidah yang mengharapkan sebaik-baik tempat kembali yakni Jannah, sebagian Umat Islam menyambut bulan Rajab ini dengan memperbanyak Istighfar dengan bersandar kepada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu secara marfu’ yakni “Perbanyaklah Istighfar pada bulan Rajab, karena Allah setiap saat membebaskan dari neraka pada bulan ini.” Padahal berdasarkan apa yang kami kutip dari As Sunnah, Hadits ini derajatnya DHA’if, dikeluarkan Ad Dalami dalam al Firdaus di mana didalamnya terdapat Asbagh bin Tsubatah seorang perawi yang Matruk (dibuang riwayatnya). Untuk itu lah wahai saudaraku, sebelum kita beramal maka sebaiknya kita selaku seorang muslim mempertanyakan apa yang akan kita lakukan atau amal apa yang akan kita kerjakan kepada yang ahlinya, apa benar dalil yang kita sandarkan shohih atau hasan atau malah dhoif atau bahkan tak ada asalnya serta palsu. Bukankah di dalam dien yang agung ini kita diajarkan untuk bertanya, berfikir, saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran serta kita diajarkan untuk menyerahkan seuatu urusan kepada yang ahlinya?. Untuk itu telitilah atau tanyakan lah kepada ahlinya tentang dalil-dalil yang kita jadikan sandaran untuk beramal . semoga Allah Azza Wa jalla selalu menunjukkan kita kepada jalan yang lurus, jalan yang diridhoi-Nya.

Wahai saudaraku yang mencintai sunnah, di dalam Syarah Muslim karya al Imam an Nawawi Rahimahumullah, disebutkan bahwa para ulama berhujjah terhadap makruhnya sholat yang dikhusukan pada malam –malam hari Jum’at di Bulan Rajab. Kemudian beliau membawakan hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, At-Tirmidzi, al Imam An Nasa’I, Ibnu Majah, al-Baihaqi serta At Thahawi, dimana Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Janganlah kamu mengkhususkan Malam Jum’at untuk Sholat, dan hari Jum’at untuk berpuasa.” kadang-kadang kita melihat ada pengkhususan pada malam-malam hari jum’at di bulan Rajab. Dan Abu Faraj Ibnul Jauzi , Al hafizh Al Iraqi, juga syaikh Mansyur Salman berkata hadits tentang pengkhususan Sholat pada malam-malam hari JUm’at derajatnya Maudhu’ atau palsu dan tidak disayriat’kan beribadah kepada Allah dengan hadits maudhu’ demikian pendapat syaikh Mansyur Salman dalam As Sunnah. Maka dari itu saudaraku, sekali lagi ! , mari kita koreksi amalan kita di Bulan Rajab ini apakah sesuai tuntunan Rasulullah atau tidak. Nah untuk itu tanyakanlah kepada ahli-Nya. Mari kita perhatikan baik-baik perkataan beberapa ulama yang kita kenal akan ke-gigihannya mempertahankan Sunnah yang mulia di dalam kehidupannya, serta mendakwahkannya kepada umat tentang amalan-amalan yang dikhususkan pada hari-hari atau malam-malam di Bulan Rajab.

Al-Alamah Ibnu Qayiim Al Jauziyah yang wafat tahun 751 Hijriah berkata dalam Al Manar Al Munif, bahwa setiap yang menyebutkan pengkhususan puasa di bulan rajab dan sholat pada sebagian malamnya, maka itu merupakan suatu yang diada-adakan. Kemudian Al-Alamah Al Faqih Majdudin Al Fairuz Abadi yang wafat tahun 826 Hijriah berkata di dalam Safar As Sa’adah yang kami kutip dari As Sunnah, tentang bab –bab Sholat Khusus pada Bulan Rajab tidak ada sesuatu pun yang sah dan bab Puasa Rajab dan keutamaannya tidak ada sesuatu pun yang tsabit bahkan sebaliknya ada riwayat yang memakruhkannya. Selain itu, Imam Suyuti berkata dalam Al Amru Bil Ittiba Wa nahyu ‘Anil ibtida’ (As Sunnah hal. 19), bahwa al Imam Asy Syafi’i Rahimahumullah berkata ‘Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan puasa rajab sebulan penuh sebagaimana puasa ramadhan. Demikian pula puasa sehari diantara hari-hari yang lainnya.

Wahai saudaraku yang mengharapkan kebaikan, Al Imam An Nawawi di dalam Syarah Al Muhadzdzab mengingatkan kita agar jangan tertipu dengan perkataan-perkataan yang banyak mengandung syubhat tentang masalah pungkhususan amalan-amalan di bulan Rajab. Kemudian, di dalam Majmu Fatawanya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (semoga Allah merahmatinya) bahwa menurut kesepakatan ulama tidak disunnahkan dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dan tidak pula dari seorang pun Khulafaur Rasyidin akan amalan-amalan khusus pada BUlan rajab. Dan amalan-amalan tersebut tidak dianggap sebagai sunnah oleh para Imam seperti Imam malik, Imam Asy Safi’i, Imam Ahmad, Imam Abu hanifah, Al Imam Ats Tsaury, al Auza’i dan yang lainnya. Selain itu Ibnu Rajab mengatakan para ulama Mutaqadimin (ulama terdahulu) tidak menyebutkan hal ini, karena hal ini (pengkhususan untuk shlat di malam-malam pada BUlan Rajab) ada dan muncul sesudah zaman mereka. Dan pertama kali dikenal setelah tahun 400-an Hijriah, sehingga tidak dikenal oleh Ulama Muttaqaddimin. Senada dengan ulama-ulama yang disebutkan tadi, asy Syaukani (semoga Allah Merahmatinya) menyebutkan di dalam kitabnya satu hadits tentang keutamaan sholat pada malam pertengahan bulan Rajab, kemudian beliau mengomentarinya bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Al jauzqani dari Anas secara marfu’. Tetapi hadits tersebut adalah Maudhu’ (palsu) dan para rawinya adalah orang-orang yang MAJHUL (tidak dikenal). Wallahu Allam bishowab..

Sungguh pada Bulan Rajab ini masyhur telah terjadi suatu peristiwa yang Istimewa di dalam Islam yakni peristiwa Isra’ dan Mi’raj, sebagaimana juga telah masyhur di kalangan kaum muslimin pada masa-masa terakhir ini, bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada malam ke 27. Padahal hal ini masih memerlukan penelitian dalam dua masalah yang penting. Pertama Ikhwa fillah yakni dari segi Tarikh (kepastian peristiwa) tentang kapan tepatnya terjadi peristiwa tersebut dan yang kedua , apakah dengan mengadakan perayaan terhadap peristiwa tersebut termasuk Ibadah yang dianjurkan ?.

Wahai saudaraku yang mencintai Sunnah. Al-Imam Hafidz Ibnu Katsir (semoga Allah merahmatinya) di dalam kitabnya yang Masyhur “Al-Bidayah Wan Nihayah” ia berkata dari Al- Zuhri dan Urwah, “Bahwa Isra’ Mi’raj terjadi satu tahun sebelum Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah yakni pada bulan Rabi’ul Awwal. Sedangkan dari As Suddi seperti yang kami kutip dari As Sunnah, dikatakan Isra’ Mi’raj terjadi 16 Bulan sebelum hijrahnya Rasulullah ke Madinah yakni Bulan Dzulqa’dah dan al-Hafizh Abdul Ghani bin Surur al Maqdisi membawakan satu hadits bahwasanya Isra’ Mi’raj terjadi pada malam 27 bulan Rajab. Kemudian ada juga yang beranggapan seperti As Saffarini, ia menyebutkan satu perkataan dari Ibnu Jauzi, bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal, atau rajab atau Ramadhan. Dan Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahumullah berkata dalam Fathul Bari, Bab Al Mi’raj , dari Shohih Al Bukhari, ‘Bahwa perbedaan ulama dalam masalah ini terdapat lebih dari 10 pendapat.

Wahai saudaraku yang mengharapkan ridho Allah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, seperti dinukil oleh sang murid Ibnu Qoyyim Al Jauziyah di dalam Zaadul Ma’ad ketika menyebutkan keistimewaan hari-hari dan bulan tertentu dari pada lainnya, beliau berkata,’bahwa orang yang mengatakan bahwa malam Isra’ lebih mulia dari pada malam lailatul Qadar sehingga sholat dan berdo’a pada malam isra’ yang dikerjakan setiap tahun lebih afdhol, maka pendapat ini tidak benar. Masih menurut beliau bahwa nukilan-nukilan dalam penentuan terjadinya malam Isra’ mi’raj terputus-putus dan berbeda-beda. Tidak terdapat kepastian padanya, dan tidak disyariatkan bagi kaum muslimin untuk mengkhususkan suatu sholat atau ibadah lainnya pada malam yang diyakini sebagai malam Isra’ dan Mi’raj. Para sahabat dan tabi’in mereka tidak mengkhusukan malam ini. Nah saudaraku. Itulah sebagian pendapat ulama tentang Bulan Rajab dan amalan-malan yang terdapat pada bulan tersebut. Dan hendaklah kita ber Ittiba kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dengan sebenar-benarnya, dengan berpegang teguh kepada Sunnahnya. Untuk itu sebaiknya kita lebih berhati-hati dalam beramal, sebaiknya kita mengetahui dahulu dasar dari kita beramal sehingga kita tidak terjerumus ke dalam sesuatu hal yang salah yang tidak disyariatkan di dalam agama yang agung ini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim rahimahullah

و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ جَمِيعًا عَنْ أَبِي عَامِرٍ


قَالَ عَبْدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ الزُّهْرِيُّ


عَنْ سَعْدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ سَأَلْتُ الْقَاسِمَ بْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ رَجُلٍ لَهُ ثَلَاثَةُ مَسَاكِنَ


فَأَوْصَى بِثُلُثِ كُلِّ مَسْكَنٍ مِنْهَا قَالَ يُجْمَعُ ذَلِكَ كُلُّهُ فِي مَسْكَنٍ وَاحِدٍ


ثُمَّ قَالَ أَخْبَرَتْنِي عَائِشَةُ


أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ


Dan telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Abd bin Humaid semuanya dari Abu Amir. Abd berkata; telah menceritakan kepada kami Abdul Malik bin Amru telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Ja'far Az Zuhri dari Sa'd bin Ibrahim dia berkata; aku bertanya kepada Al Qasim bin Muhammad tentang seseorang yang memilki tiga tempat tinggal, lalu dia mewasiatkan sepertiga dari setiap satu tempat tinggal." Sa'd melanjutkan, "Kemudian dia mengumpulkannya menjadi satu." Al Qasim menjawab, " Aisyah telah mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:


مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ


"Barangsiapa mengamalkan suaru perkara yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak."

Wallahu Allam bishowab.

0 komentar: