Alhamdulillah…. segala puji bagi Allah Azza wa jalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya lah Ikhwa fillah kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.
Wahai saudaraku yang mencintai kebaikan. Menyegerakan QADHA’ puasa itu lebih baik dari menundanya, sebagimana keumuman dalil yang menunjukkan untuk segera mengerjakan amal kebaikan dan tidak menundanya. Sebagimana firman Allah di dalam al-Kitab Al-Majid , Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 133 yang artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu …”
Serta di surah yang lain, surah al-Mukminun ayat 61 yang artinya : “Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.’
Namun, dalam pelaksanaan kewajiban qadha’ puasa, tidaklah harus secara berurutan atau berkesinambungan, hal ini dikarenakan adanya keeratan sifat Qadha’ dengan sifat pelaksanaan. Yang mana hal ini sesuai dengan firman Allah Azza Wa jalla di dalam Surah Al-Baqarah ayat 185 yang artinya : ”Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”.
Dan senada dengan nash ilahi ini, al Imam al-Bukhari membawakan perkataan Ibnu ‘Abbas, dimana Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhu berkata : “Tidak ada masalah untuk mengqadha’ puasa secara terpisah-pisah. Begitu juga sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, (beliau) sebagaimana yang tertulis di dalam Irwaa-ul Ghaliil, ia berkata : “Jika mau, dia boleh mengqadha’ dengan bilangan ganjil.” Sedangkan dihadits yang diriwayatkan oleh al-baihaqi dan ad-Daraquthni melalui jalan ‘Abdurrahman bin Ibrahim dari al-‘Ala’ bin ‘Abdirrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’ (yang disandarkan kepada Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam) : “Barangsiapa mempunyai hutang puasa Ramadhan, maka hendaklah dia mengerjakan nya secara berurutan dan tidak memutus-mutuskannya.” Dan ternyata hadits ini derjatnya dhaoif. Sekali lagi hadits ini derajatnya Dhoif. Dimana ad-Daraquthni mengatakan “dhoifnya ada pada ‘Abdurahman bin Ibrahim. Juga oleh al-Baihaqi dimana dikatakan (hadits ini) dinilai dhoif oleh Ibnu Ma’in, an-Nasa’I dan ad-Daraquthni dan untuk lebih jelasnya Ikhwa fillah dapat merujuk ke kitab Irwaa-ul Ghaliil tentang perincian ke dhoifan hadits ini oleh al-Alamah Syaikh Muhammad Nasiruddin al-Albani (semoga Allah merahmatinya). Dan tentunya ”berhati-hati lah dengan hadits dhoif”.
Selanjutnya, al-Imam Abu Dawud (semoga Allah merahmatinya) di dalam Masaa-ilnya, sebagaimana yang kami kutip dari Shifatu Shaumin nabi fii Ramadhaan, ia mengatakan : “Aku pernah mendengar Ahmad (maksudnya Imam Ahmad bin Hanbal) semoga Allah Merahmatinya, ditanya tentang Qadha’ puasa ramadhan , maka dia menjawab : “Jika mau, dia boleh melakukannya secara berurutan.
Jadi saudaraku yang menginginkan sebaik-baik tempat kembali yakni Jannah, kita diperbolehkan mengqadha’ puasa dengan pemisahan hari-hari mengqadha’, namun pembolehan pemisahan mengqadha’ puasa TIDAK berarti adanya Larangan mengqadha’ puasa secara berurutan. Dan bagi siapa yang ingin melakukannya secara berurutan diperbolehkan. Dan tentunya selain Qadha’ Puasa. Masih ada satu amalan di Bulan Syawal, yang hanya ada dibulan Syawal ”Jangan sampai terlewatkan” yakni “Puasa 6 hari Bulan Syawal”. Dimana keutamaannya sangatlah luar biasa sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, al Imam Abu Dawud, al-Imam at-Tirmidzi, al-Imam Ibnu majah, Imam Ahmad, dan yang lainnya (semoga Allah merahmati mereka), dari Umar bin Tsabit bin al-Harits, dari Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian ia mengiringinya pula enam hari bulan Syawal, ia seperti puasa satu tahun.”
Selain itu di dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh al-Imam Ibnu Majah, Imam Ahmad, al-Imam al-baihaqi, ad-Darimi, serta Ibnu Hibban (Semoga Allah merahmati Mereka) dari Yahya bin al-Harits dari Abu Asmad ar-Rahabi, dari Tsauban maula Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, dari Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Beliau bersabda : “Barang siapa yang berpuasa enam hari setelah berbuka (‘Iedul Fithri), ia adalah pelengkap setahun. Bagi siapa yang melakukan satu kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipat.”
Mari kita bersegera dengan kebaikan, mari menyegerakan kebaikan.... Insya Allah !!
0 komentar:
Posting Komentar