Kamis, 26 Agustus 2010

Kemudahan-Kemudahan yang diberikan Allah Azza wa Jalla bagi beberapa kondisi orang yang berpuasa

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ


Wahai saudaraku se-Iman se-Aqidah, segala puji bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan memohon ampunan. Kepada-Nya lah kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya. Dan Semoga Amal ibadah yang kita kerjakan tak menjadi amal yang sia-sia. Semoga Allah azza wa Jalla selalu memberikan kita kekuatan, kesabaran, serta ilmu yang bermanfaat, sehingga segala amal yang kita lakukan berbuah pahala dan insya Allah menjadi bekal kita diakhirat kelak. Amin ya Rabball..... ‘alamin.

Toyib, pada postingan kali ini isinya masih mengenai Meneladani Saum atau puasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, yang Insya Allah berisikan mengenai Kemudahan-kemudahan yang diberikan Allah Azza wa Jalla bagi beberapa kondisi orang yang berpuasa.

Nah apa saja Kemudahan yang pertama diberikan oleh Allah Azza Wa jalla kepada orang yang berpuasa.

Kemudahan pertama diberikan Allah azza wa jalla kepada MUsafir atau orang yang sedang dalam perjalanan. Mengenai hal ini saudaraku yang mencintai Sunnah, ada beberapa hadits shohih yang memberikan pilihan kepada orang yang sedang dalam perjalanan untuk berpuasa. Dan rahmat Ilahiyyah tersebut yakni kemudahan-kemudahan tersebut, disebutkan Allah Azza Wa jalla di dalam Al-Qur’an yang mulia yakni surah Al-Baqarah ayat 185 :


وَ مَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ


فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.


يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ


وَلاَيُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ.


“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kamu sekalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kamu sekalian.”

Adapun di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya), Hamzah bin ‘Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam : “Apakah saya harus berpuasa dalam perjalanan “ (dan Hamzah termasuk orang yang rajin mengerjakan puasa), maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya : “Jika engkau mau, berpuasalah ! dan jika mau, engkau boleh berbuka.”

Kemudian, Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia bercerita, “Aku pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pada bulan Ramadhan, maka orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka dan tidak juga orang yang berbuka terhadap orang yang berpuasa.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam al-BUkhari dan Imam Muslim Rahimahullahu Ta’ala anhu.

Dan Ketahuilahwahai saudaraku yang mencintai Sunnah. Hadits –hadits yang ada memberikan pengertian AGAR KITA MEMILIH, BUKAN PENGUTAMAAN. Namun, dimungkinkan penggunaan dalil-dalil tersebut untuk mengutamakan berbuka puasa, seperti hadits yang bersifat umum sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad serta Ibnu Hibban dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu Anhu dengan sanad shohih, dimana Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda : “sesungguhnya Allah senang bila keringanan-keringanan –Nya dimanfaatkan, sebagaimana Dia tidak senang bila larangan atau maksiat-Nya dilanggar.”

Kemudian di dalam riwayat lain, yang dibawakan Ibnu Hibban, al-Bazzar serta ath-Thabarani (Semoga Allah merahmati mereka) di dalam Al Kabiir dari Ibnu Abbas juga dengan sanad shohih disebutkan : “Sebagaimana Dia suka perintah-Nya dilaksanakan.”

Tetapi, dimungkinkan untuk membatasi hal tersebut yakni seseorang boleh tidak berpuasa atau berbuka sebelum waktunya, hanya bagi orang yang merasa kesulitan untuk mengganti puasa pada hari lain, agar keringanan yang diberikan oleh Allah tersebut tidak bertentangan dengan tujuan. Demikian penjelasan yang kami kuitip dari shifatu Shaumin Nabi fii Ramadhaan karya Syaikh Abu Usamah salim bin ‘Ied al Hilalai dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali Abdul hamid.

Jadi saudaraku se-Iman se-Aqidah, telah diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu Anhu : “Dan mereka berpandangan , bagi orang yang memiliki kekuatan, berpuasa baginya adalah lebih baik. Dan bagi yang merasa lemah, maka berbuka baginya adalah lebih baik.” Hadits riwayat at-Tirmidzi dan al-Baghawi. Wallahu a’lam.

Semoga Allah Azza Wa jalla selalu membimbing kita, menuju jalan petunjuk dan ketakwaan, serta mengaruniai kita pemahaman dalam agama ini. Dan jika berpuasa dalam perjalanan memberatkan seseorang, maka berpuasa bukanlah sesuatu yang baik baginya, bahkan berbuka adalah lebih baik dan lebih disukai Allah. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Muhammad bin Hatim dari Abdurrahman bin Mahdi dari Mu'awiyah bin Shalih dari Rabi'ah ia berkata, telah menceritakan kepadaku Qaza'ah ia berkata : “Aku pernah mendatangi Abu Sa'id Al Khudriy, yang saat itu (Abu Sa’id) sedang dikerumuni oleh orang banyak. Ketika mereka telah membubarkan diri aku berkata kepadanya, "Aku tidak ingin menanyakan apa yang telah mereka tanyakan. Aku hanya ingin menanyakan perihal puasa dalam safar." Maka ia (Abu Sa’id al-Khudry) pun menjawab, "Kami dulu pernah bepergian ke kota Makkah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kami saat itu sedang berpuasa. Lalu kami singgah di suatu tempat, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jarak kalian dengan musuh kalian sudah semakin dekat, dan makan (tidak berpuasa) akan dapat membuat kalian lebih kuat, dan ini adalah sebuah rukhshah (keringanan)." Maka di antara kamipun ada yang masih berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa. Setelah itu, kami singgah lagi pada sebuah tempat, lalu beliau (Rasulullah) bersabda: "Sesungguhnya besok pagi kalian akan menghadapi musuh sedangkan berbuka akan membuat kalian lebih kuat, maka berbukalah kalian, ini adalah suatu ketetapan." Maka sesudah itu, kami pun berbuka.

Dan hal ini dikuatkan dengan hadits yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah melakukan perjalan pada bulan Ramadlan, beliau berpuasa hingga sampai di Usfan, kemudian beliau meminta bejana berisi minuman, lalu beliau meminumnya di siang hari agar-agar orang-orang juga melihatnya. Beliau berbuka hingga memasuki kota Makkah. Ibnu Abbas radliallahu 'anhu berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa berpuasa (saat dalam perjalanan) dan juga terkadang berbuka. Maka barangsiapa ingin berpuasa silahkan berpuasa dan barangsiapa ingin berbuka silahkan berbuka."

Namun, ada sebagian orang yang berpandangan bahwa berbuka puasa dalam perjalanan di masa sekarang ini tidak diperbolehkan, sehingga akhirnya, karna pemahaman sepihak tersebut, ada beberapa diantara mereka mencela orang-orang yang memanfaatkan Keringanan atau kemudahan yang diberikan (ketika dalam perjalanan) oleh Allah Azza Wa jalla. Maka dari itu, berhati-hatilah dalam berbicara, bertanyalah, dan mari kita terus menerus mempelajari dienul islam ini, demi kesempurnaan hidup, sehingga kelak tak ada lagi celaan kepada orang-orang yang memanfaatkan kemudahan dari Allah, seperti berbuka pada saat safar atau melakukan perjalanan. Jadi jangan ada lagi cela-mencela terhadap seorang musafir yang berbuka, mari kita merujuk kepada kehidupan para Salafu ummah, sebagaimana hadits Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, yang diriwayatkan al Bukahari dan Muslim (semoga Allah Merahmatinya), dimana Anas Radhiyallahu Anhu bercerita, “Aku pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pada bulan Ramadhan, maka orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka dan tidak juga orang yang berbuka terhadap orang yang berpuasa.”

Jadi saudaraku yang mengharapkan rahmat dan ridho Allah, Kemudahan bagi orang yang tengah dalam perjalanan (musafir) merupakan sesuatu yang memang dikehendaki Allah, sekaligus toleransi. Karna, Allah Azza Wa jalla adalah pencipta zaman, pencipta tempat dan juga manusia, dan pasti Allah Azza Wa jalla lebih mengetahui akan kebutuhan dan kepentingan setiap hambanya. Sebagaimana firman-Nya di dalam Surah al-Mulk ayat 14 :


أَلَايَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ.


“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan dia Maha halus lagi Maha Mengetahui.”

Toyib, Saudaraku. Kemudahan selanjutnya diberikan kepada Orang yang Sakit. Dan Allah Azza Wa jalla membolehkan bagi orang yang sakit untuk berbuka, hal ini sebagai rahmat sekaligus kemudahan bagi orang yang sakit. Dan tentunya, Sakit yang diperbolehkan bagi seseorang untuk berbuka adalah sakit yang apabila orang tersebut berpuasa, maka puasanya akan berbahaya bagi jiwanya, memperparah sakit yang diderita atau dikhawatirkan dengan puasa tersebut, sakit yang diderita akan dapat menghambat kesembuhan orang tersebut. Wallahu A’lam.

Selanjutnya, wanita yang sedang menjalankan Haidh dan Nifas juga mendapatkan kemudahan dari Allah Azza Wa jalla. Berdasarkan kesepakatan ulama bahwa wanita yang tengah menjalani haidh atau nifas tidak boleh berpuasa. Keduanya boleh berbuka tetapi mereka harus menggantinya pada hari-hari yang lain. Dan jika keduanya tetap berpuasa, maka puasanya tidaklah Sah.

Kemudian, Orang Yang sudah Tua renta dan wanita yang Lemah juga merupakan pihak-pihak yang mendapatkan keringanan dan kemudahan dari Allah Azza wa Jalla dalam menjalankan ibadah puasa. Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu Anhu berkata, “Orang yang sudah tua, laki-laki maupun perempuan yang tidak mampu mengerjakan puasa, maka keduanya harus memberi makan kepada seorang miskin setiap hari dari hari-hari puasa yang ditinggalkannya.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari (semoga Allah merahmatinya). Kemudian di hadits yang lain yang diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dan dinilai Shohih melalui Jalan Manshur dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata : “dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah yakni memberi makan orang miskin.” Dia mengatakan : “Yaitu orang yang sudah tua dan tidak mampu mengerjakan puasa sehingga dia harus berbuka. Dan dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin sebanyak setengah sha’ gandum.

Dan yang semakin menguatkan yakni adanya dalil hadits dari Anas bin malik Radhiyallahu Anhu dimana ia (Anas Bin Malik Radhiyallahu Anhu ) ketika telah tua, ia pernah tidak mampu mengerjakan puasa selama satu tahun, maka dia pun membuat bubur satu mangkuk besar dan memanggil tiga puluh orang miskin hingga membuat mereka semua kenyang.” Hadits riwayat ad-Daraquthni dengan sanad shohih.

Adapun kemudahan atau keringanan selanjutnya, diperuntukkan Allah Azza Wa jalla bagi Wanita Hamil dan Menyusui. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an Nasa’I, abu Dawud serta Ibnu Majah, dari Anas bin malik Radhiyallahu Anhu (ada juga yang mengatakan al-Ka’bi), dia bercerita, “Kuda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam lari kepada kami, lalu aku mendatangi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, ternyata aku mendapatkan beliau tengah makan, maka beliau bersabda, “Mendekatlah kesini dan makanlah.” Lalu kukatakan, “Sesungguhnya aku tengah berpuasa.” Lalu beliau bersabda, “mendekatlah kesini, aku akan memberitahukan mu tentang puasa : “Sesungguhnya Allah, yang maha suci lagi maha tinggi telah meringankan setengah dari beban shalat bagi seorang musafir, dan meringankan beban puasa bagi wanita hamil dan wanita menyusui. “Demi Allah, sesungguhnya Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam telah mengucapkan keduanya atau salah satu dari keduanya. Dan aku benar-benar berselera untuk memakan makanan Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam.

Demikianlah wahai saudaraku se-Iman dan se-Aqidah, diantara wujud keagungan rahmat Allah Subhanahu Wata 'alla kepada kita hamba-hamba-Nya yang lemah, dengan diberikannya keringanan dan kemudahan dalam berpuasa bagi sebagian orang yang telah kami sebutkan. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat. Semoga Amal Ibadah kita di Bulan Ramadhan dirahmati dan diridhoi Allah Azza wa Jalla dan Insya Allah ditetapkan sebagai pahala . Amin ya Rabbal ‘alamin.

0 komentar: