Rabu, 10 November 2010

بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Ta’ala yang telah mempersaudarakan kita, kaum muslimin sekalian, diatas aqidah dan manhaj yang lurus. Kita memohon ampun kepada-Nya dan Kita berlindung kepada-Nya dari segala kejelekan-kejelekan jiwa kita dan dari kejelekan-kejelekan amalan kita.

Wahai saudaraku yang mencintai sunnah, sebagaimana postingan ana sebelumnya, mengenai “Amalan-amalan di Bulan Dzulhijjah.” yang layak dan penting untuk kita kerjakan, maka insya Allah hari ini akan postingkan mengenai salah satu amalan-amalan yang ada di Bulan Dzulhizzah ini, yakni ber-Qurban atau Udhhiyah.

Namun sebelumnya, kita do’a kan kepada saudara-saudara kita yang Allah azza wa jalla beri kesempatan, Allah cukupkan rizkynya dan Allah kasi kemampuan untuk berhaji ke baitullah, semoga diberikan kebaikan, kesehatan, kekuatan dan tentunya hidayah, sehingga dapat menunaikan ibadah haji dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan apa yang dituntunkan Rasulullah shalallahu ‘Alaihi wa sallam. Selain itu kami menghimbau kepada ikhwa fillah sekalian, mari kita do’akan saudara-saudara kita yang lagi diuji oleh Allah Azza wa Jalla, semoga diberikan kekuatan, kesabaran, serta ilmu yang bermanfaat, sehingga dapat menjalani dan menghadapi ujian tersebut dengan lapang dada dan selalu mengharap rahmat dan ridho Allah azza wa jalla. Selain itu jika ikhwa fillah sekalian memiliki kelebihan materi, maka bantulah saudara-saudara kita tersebut semampunya. Semoga apa yang kita usahakan tersebut bermanfaat.

Wahai saudaraku se-Iman se-Aqidah, sebagaimana yang telah ana sampaikan pada postingan sebelumnya, bahwa hukum berkurban adalah Sunnah Muakkadah, namun ada juga yang berpendapat Wajib. Kedua pendapat ini, sama-sama mempunyai dasar-dasar atau sandaran dalil yang kuat. Namun, terlepas dari kedua pendapat tersebut, Ana menghimbau kepada antum sekalian, dimanapun berada… mari kita ber-Qorban apabila kita memang mampu untuk ber-Qorban. Ayo berqurbanlah.... selagi mampu. Nah bagi yang memang diberi kemudahan dan kemampuan oleh Allah azza wa jalla untuk berqurban, maka kita perlu mengetahui , kapan waktunya berqurban, gimana cara penyembelihannya, dari jenis hewan apa saja yang boleh untuk berqurban, serta kapan usia hewan boleh dijadikan hewan qurban. Dan apakah daging hewan qurban boleh dimakan....? nah boleh apa tidak ya...?

Ketahuilah wahai saudaraku, Awal Waktu Penyembelihan Qurban Yang rojih -wallohu a’lam - adalah pendapat yang menyatakan, bolehnya menyembelih hewan qurban ketika selesai sholat dan khutbahnya imam. Hal ini sesuai dengan zhahir hadits, dari Jundub bin Sufyan Al Bajaly Radiyallahu anhu, yang diriwayatkan oleh Al Imam al-Bukhari dan al Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya), “Barang siapa menyembelih sebelum sholat, maka hendaknya dia menyembelih yang lain sebagai penggantinya” dalam lafadz lain dari Al Bara bin ‘Azib yang juga diriwayat Al Imam al-Bukhari dan Imam Muslim bahwa “Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya, dan barang siapa yang menyembelih setelah shalat, maka telah sempurna qurbannya, dan mencocoki sunnahnya kaum muslimin”

Adapun hal yang tak kalah pentingnya untuk kita ketahui yakni, Akhir Waktu Penyembelihan Qurban. Ketahuilah, bahwa batas akhir penyembelihan hewan qurban yakni pada hari Tasyriq yang ketiga, tepatnya sebelum matahari tenggelam. Berkata al-Imam As-Syafi’i (semoga Allah merahmatinya) “boleh berqurban pada hari Nahr yakni pada waktu Iedul Adha dan hari-hari Tasyrik yang ke-3, setelahnya. Dan pendapat al-imam Syafi’i Rahimahullah ini, senada dengan pendapatnya Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib Radiyallahu Anhu, Jubair bin Muth’im serta Abdullah bin Abbas radliyallohu ‘anhum. Jadi telah jelas, bahwa Yang rojih - wallohu a’lam – adalah pendapat al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahumullah, dimana beliau menyatakan, bahwa akhir waktu qurban adalah pada hari Tasyrik yang ketiga yakni sebelum tenggelamnya matahari pada hari tersebut. Yang mana, dalilnya disandarkan kepada hadits Jubair bin Muth’im Radliyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Hibban (semoga Allah merahmatinya), “Hari Tasyrik adalah hari-hari penyembelihan, atau seluruhnya waktu penyembelihan”. Dan perlu diketahui, bahwa Hadits ini memiliki jalan yang banyak, dimana diantara hadits yang satu dengan hadits yang lainnya, saling menguatkan satu sama lainnya. Selain itu juga ada dalil yang menguatkan, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Rahimahullah di dalam Shahihul Musnad: “Hari-hari Mina adalah tiga hari” Dan pendapat inilah yang dirajihkan Syaikh Yahya bin Ali Hafidzahullah, adapun untuk lebih jelasnya Ikhwah Fillah bisa merujuk kepada kitab Syarah shohih Muslim karya al-imam an-Nawawi, atau Subulussalam “Syarah Bhulughul Marom” karya Asy-Syaikh As-Shon’ani , serta Zaadul Ma’ad karya al-Imam Ibnu Qoyyim. Semoga Allah merahmati mereka. Adapun hal penting lainnya yang patut untuk kita ketahui yakni, Tempat Udhhiyyah atau tempat kita berQurban.

Wahai saudaraku yang selalu mengharapkan rahmat dan ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita Disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban di musholla atau tanah lapang nya kaum muslimin. Tentunya Musholla dalam pengertian bahasa arab dengan musholla dalam pengertian masyarakat indonesia itu berbeda. Kalau di masyarakat kita, musholla itu sejenis surau atau masjid kecil. Adapun musholla dalam pengertian syar’i adalah Tanah lapang. Adapun disunnahkannya penyembelihan hewan qurban di mushalla atau tanah lapang, dalam rangka menampakkan syiar-syiar agama. Sebagaimana hadits Abdullah bin Umar radliyallohu ‘anhu, yang diriwayatkan al-Imam al-Bukhori Rahimahumullah, “Adalah Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam berqurban dan menyembelih di musholla (tanah lapang)”. Namun tidak dipersalahkan jika pemotongan hewan qurban dilakukan ditempat lain, demi keamanan, kesehatan dan kebersihan daging hewan qurban. Wallahu a’lam.

Selanjutnya, Telah bersepakat kaum muslimin tentang disyariatkannya menyebut nama Alloh atau tasmiyyah ketika melepas hewan pemburu untuk mencari binatang buruan, ketika berqurban dan menyembelih hewan qurban. Namun dalam hal ini, terdapat perbedaan di kalangan ulama tentang hukumnya Tasmiyyah, diantaranya nih, bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullah dan sebagian ulama, berpendapat bahwa hukumnya sunnah. Jadi Bagi yang meninggalkannya karena lupa atau sengaja, halal buruannya dan sembelihannya. Ini juga pendapatnya Imam Malik dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat. Sedangkan ulama dari kalangan Hanafiyyah, bahwa tasmiyyah wajib hukumnya bagi yang ingat dan tidak halal sembelihannya atau buruannya jika ditingalkan secara sengaja, hal ini berdasarkan firman Alloh di dalam Surah Al-An’am ayat 121 :

وَلاَتَأْكُلُواْمِمَّا لَمْ يُذْكَرِاسْمُ اللهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ , لَفِسْقٌ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan” Selanjutnya, berkata Ahlu Zhohir (zhohiriyyah) bahwa tasmiyyah wajib, dan apabila ditinggalkan secara sengaja atau lupa, tidak halal hukumnya. Dan pendapat inilah yang dirajihkan salah seorang murid al-Muhadits Syaikh Muqbil bin Hadi Rahimahullah yakni salah seorang Ulama yaman yang terkemuka Syaikh Yahya bin Ali Hafidzahullah . beliau bersandarkan kepada Surah Al-An’am ayat 121 ayat dan juga ayat yang lain, yaitu dalam Surah Al An’am ayat 118

فَكُلُواْ مِمَّاذُكِرَاسْمُ اللهِ إِن كُنْتُم بِأَ يَتِهِ مُوءْمِنِينَ

“Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.”

Selain itu, juga berdasarkan kepada keumuman hadits Al Bara bin Azib yang diriwayatkan al-imam Al-Bukhari dan imam Muslim (semoga Allah merahmatinya), “dan barang siapa yang belum menyembelih maka hendaknya dia menyembelih dengan nama Alloh”. Wallahu ‘Allam.

Wahai saudaraku se-Iman se-Aqidah, Dijelaskan di dalam riwayat Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya) bahwa beliau mengucapkan tasmiyyah dengan ucapan : Bismillahi Allahu Akbar !! Dengan nama Alloh, dan Alloh Maha Besar .

Perhatikanlah, yang diucapkan hanyalah Bismillah dan Allahu akbar , tidak ada kalimat yang lain. Untuk lebih jelasnya, ikhwa fillah silakan merujuk ke Kitab Syarah Muslim karya al-Imam an-Nawawi serta kitab Subulussalam Syarah Bulughul Marom.”

Selanjutnya, kita selaku seorang muslim yang ingin berqurban diharuskan mengetahui apa dan bagaimana Binatang Qurban yang Diperbolehkan Untuk Disembelih. Mengenai hal ini, berkata al-Imam an-Nawawi (semoga Allah merahmatinya), “Para ulama telah bersepakat bahwa tidak sah sembelihan qurban dengan tanpa (selain) unta, sapi dan kambing, kecuali yang dihikayatkan oleh Ibnu Mundzir dari Al Hasan bin Sholeh, bahwa dia berkata boleh berqurban dengan kerbau atau sapi liar. Adapun minimalnya adalah kambing, sebagaimana yang disebutkan di dalam riwayat al-Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majjah (semoga Allah merahmatinya) dari Atha’ bin Yassar, beliau berkata: Aku menanyakan kepada Abu Ayyub Al Anshori; “Bagaimana penyembelihan qurban pada masa Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam? Beliau (Abu Ayub) berkata,“adalah seseorang berqurban dengan kambing, atasnya dan atas keluarganya. Maka mereka makan dan memberikan makan (darinya).

Adapun Binatang Qurban yang Paling Utama yakni yang paling sehat, gemuk dan tentunya paling baik. Hal ini disandarkan kepada haditsnya Abi Rafi’ yang diriwayatkan Imam Ahmad (semoga Allah merahmatinya) dengan sanad Hasan ,“Adalah Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam apabila beliau berqurban membeli 2 kibas yang gemuk”

Hal ini Juga berdasarkan hadits Abu Umamah di dalam riwayat al-Bukhori (semoga Allah merahmatinya), “adalah kami menggemukkan hewan qurban di Madinah dan kaum muslimin pun menggemukkan juga.” Dan ini adalah pendapat jumhur ulama –wallahu a’lam-. Jadi jika ingin mencontoh perbuatan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam, maka sembelihlah hewan qurban yang bertanduk dan gemuk, sebagaimana dijelaskan dalam banyak haditsnya. Dan untuk lebih jelasnya, sekali lagi kami anjurkan antum untuk merujuk ke Kitab Syarah shohiih Muslim serta Raudhottun Nadhiyyah.

Selanjutnya, yang perlu juga untuk kita ketahui yakni Umur Binatang Qurban. Adapun ketentuan-ketentuan mengenai umur hewan sebagai syarat sahnya penyembelihan qurban yakni :

Untuk domba minimal berumur 1 tahun menurut pendapat yang paling rojih, sebagaimana dirojihkan oleh Syaikh Yahya bin Ali Hafidzahullah, kemudian Untuk kambing minimal berumur 2 tahun. Untuk sapi minimal 2 tahun. Dan Untuk unta minimal berumur 5 tahun masuk tahun ke-6 .

Dan ke-Semua katagori umur hewan qurban ini, berdasarkan pada hadits Jabir bin Abdillah, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Rahimahumullah ,“Dan janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah (usia 2 tahun untuk sapi, dan kambing, serta usia 5 tahun untuk unta), kecuali sulit atas kalian, maka sembelihlah jadzdah (usia 1 tahun) dari domba”

Kemudian, selain dipersyaratkan umur yang mencukupi dalam hewan qurban untuk di potong, didalam agama yang haq ini, juga dipersyaratkan hewan qurban harus bebas dari aib atau cacat, terutama 4 cacat yang disebutkan oleh Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam di dalam hadits Al Bara bin ‘Azib radliyallohu ‘anhu, dimana Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam bersabda, ”Empat jenis hewan qurban yang tidak diperbolehkan: pertama yang buta, yang jelas butanya, kedua yang sakit, yang jelas penyakitnya, ketiga yang pincang, yang jelas kepincangannya, keempat yang kurus yang tidak bersumsum.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi, Imam Ahmad, al-Imam Ibnu Majah, serta al-Imam an-Nasa’I (semoga Allah merahmati mereka semua), dan dishahihkan oleh Al-Alamah al-Muhadits Syaikh Muhammad Nashirudin al-AlBani Rahimahumullah.

Adapun tahab selanjutnya dari proses berqurban yakni Pembagian Daging Qurban. Ketahuilah, bahwa disunnahkan daging qurban untuk dibagi menjadi 3 bagian yakni 1/3 untuk dimakan, 1/3 untuk shodaqoh, 1/3 untuk disimpan yang kemudian di shodaqohkan atau dimakan. Hal ini, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya), “Bahwa Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam bersabda, “Makanlah, sedekahlah dan simpanlah”. Adapun Faedah dari hal ini (yakni makan, sedekahkan dan simpan) , Dahulu pada awal Islam, Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam melarang untuk menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari, seperti disebutkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Waqid, serta Jabir bin Abdillah radliyallohu ‘anhum ajema’in, yang terdapat di dalam riwayat Imam Muslim Rahimahumullah, dikarenakan pada saat itu kaum muslimin dalam keadaan sulit dan membutuhkan, dimana yang diharapkan daging tersebut betul-betul dimanfaatkan oleh kaum muslimin. Kemudian larangan tersebut dimansukhkan atau dihapus, dengan hadits Buraidah yang juga terdapat dalam riwayat Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya), bahwa Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam bersabda, ”Dahulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging qurban diatas 3 hari maka sekarang tahanlah oleh kalian apa yang jelas bagi kalian”. Ada juga hadits lainnya yang semakna dengan hadits ini, yakni yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Abu Said Al Khudri, Salamah Ibnul Aqwa dan Tsauban, dan untuk lebih jelasnya Ikhwah Fillah bisa lihat Syarah Shohiih Muslim.

Selain itu, Berdasarkan hadits dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu anhu, dalam shohihain, maka tidak boleh daging qurban maupun kulitnya dijadikan sebagai upah atau ongkos penyembelihan kepada tukang sembelih. Akan tetapi ongkos tersebut diberikan dari ongkos tersendiri, dan jika kulit atau daging hewan qurban tersebut hendak di shodaqohkan kepada si penyembelih maka tidak mengapa. Karena shodaqoh bukan ongkos penyembelihan. Ali bin Abi Tholib berkata: Nabi Shallallohu 'Alaihi Wassalam memerintahkan kepadaku untuk menyembelih hewan qurbannya (unta beliau) dan agar aku bershodaqoh dengan dagingnya, kulitnya, kain atau sesuatu yang dihamparkan di punggung hewan qurban. Dan agar aku tidak memberikan kepada tukang sembelih dari hewan qurban sebagai upah. Akan tetapi kami memberinya dari sisi kami.” Hadits ini Ikhwah Fillah diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya).

Jadi ingat ! perjelaslah status hewan qurban kita. Jangan jadikan bagian hewan qurban kita, sebagai ongkos atau biaya untuk menyembelih atau mengulitinya. Karna sering terjadi, tukang potong hewan qurban meminta kepala hewan, kulit atau usus dari hewan qurban tersebut sebagai upah dari membantu memotong atau menguliti hewan qurban. Padahal hal ini dilarang. Jadi jika mereka meminta upah dengan hal tersebut, maka bayarlah dengan uang yang lain. Jangan dari bagian hewan qurban tersebut.

Ingat !, Jika tukang jagal atau tukang potong, atau yang membantu memotong atau menguliti, meminta kepala hewan qurban, kulit hewan qurban atau usus atau bagian hewan lainnya, maka jadikanlah hal tersebut sebagai sadaqoh bagi mereka. Dan upahnya dibayar dengan uang.

Dan yang patut juga untuk kita ketahui, dijelaskan oleh Rasululloh Shallallohu 'Alaihi Wassalam dalam hadits yang shohih, bahwa seorang muslim yang hendak berqurban baik nantinya dia yang menyembelih sendiri atau diwakilkan, maka dilarang untuk memotong rambutnya, atau bulu-bulu yang asalnya disunnahkan atau dibolehkan. Juga dilarang untuk memotong kuku atau melepas kulitnya. Hal ini berlaku sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai dia menyembelih atau hewan qurbannya disembelih. Berdasarkan hadits Ummu Salamah Radiyallahu Anha yang di riwayatkan oleh Imam Muslim (semoga Allah merahmatinya),“Apabila telah masuk 10 Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian hendak berqurban maka jangan menyentuh (memotong) dari rambutnya dan juga kulitnya. Dalam lafadz yang lain: “dan jangan mengambil rambutnya dan memotong kukunya”. Lantas bagaimana kalau seorang muslim baru mampu dan berniat berqurban pada tangal 5 Dzulhijjah atau setelahnya. Maka pada saat ia berniat dan mempunyai kemapuan untuk membeli hewa qurban, maka pada saat itulah ia mulai dilarang untuk memotong kuku dan bulu yang ada ditubuhnya, termasuk hewan qurbannya. Wallahu a’lam.

Dan berikut, Cara Menyembelih Hewan Qurban. Adapun secara umum, syariat Islam memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik atau ihsan, kepada hewan yang akan kita sembelih, baik dalam hal tata cara penyembelihan, maupun alat-alat yang digunakan untuk menyembelih, atau perkara-perkara lain, yang menyegerakan hilangnya raas sakit dari hewan yang disembelih. Di dalam riwayat Imam Muslim rahimahumullah dari Syaddad bin Aus Radiyallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Alloh telah menuliskan /mewajibkan untuk berbuat baik kepada segala sesuatu ketika kalian membunuh, maka berbuat baiklah dalam membunuh tersebut. Dan ketika kamu menyembelih, berbuat baiklah dalam penyembelihan, dan hendaknya salah seorang diantara kalian menajamkan pisaunya, dan menyenangkan hewan qurbannya.”

Adapun mengenai tata cara penyembelihannya dibagi menjadi dua cara : yang pertama Nahr . Dimana disunnahkan ketika menyembelih unta, yaitu dengan cara mengikat tangan kiri (disebutkan juga kaki kirinya), dalam keadaan unta itu berdiri kemudian ditarik, dan setelah punggung unta jatuh di atas tanah maka segera ditebas/disembelih. Karena dalam keadaan seperti ini ada kenyamanan padanya dan lebih cepat menghilangkan nyawa. Kemudian cara yang kedua yakni Dzabh . dimana disunnahkan ketika menyembelih sapi, kambing dan lainnya yang selain unta, yaitu dengan cara membaringkan hewan tersebut pada lambung kirinya, kemudian pe-nyembelih menginjak pundak kanan hewan, dimana tangan kanan memegang pisau, dan tangan kiri memegang kepala hewan qurban. selanjutnya disyaratkan membaca tasmiyyah “bismillah wallohu akbar” (dengan nama Alloh dan Alloh Maha Besar) sebagaimana disebutkan dalam pembahasan di awal tadi. Dan Diperbolehkan ketika menyembelih menggunakan apa saja yang tajam, yang dapat mengalirkan darah, kecuali kuku dan gigi dan seluruh jenis tulang, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rafi’ bin Khadij di dalam riwayat Bukhari dan Muslim (semoga Allah merahmatinya), “Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan nama Alloh atasnya, maka makanlah, selain gigi dan kuku. Adapun gigi karena dia adalah tulang, dan adapun kuku adalah senjatanya orang Habasyah”.

Wallohu a'lam bishshowab. Semoga bermanfaat.....

Dan berikut ada Do’a yang ana kutipkan dari Al-qur’anul Karim Surah An Naml ayat 19 , dimana dengan do’a ini kita berharap agar kita dijadikan hamba-hamba yang dapat bersyukur. Semoga dapat dihafal dan diamalkan. Adapun lafadz do’anya :

رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَنِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَى وَلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَلِحًا تَرْضَهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ الصَّلِحِيْنَ.

"Ya Tuhanku berilah Aku ilham, untuk tetap mensyukuri nikmat Mu, yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada dua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai, dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu, ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".

0 komentar: