Jumat, 26 Februari 2010

Etika Terhadap Anak 1

Wahai saudaraku yang dirahmati Allah, segala puji hanya bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Kepada-Nya lah jua Ikhwa fillah kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.

Toyib Saudaraku yang membenci semua perkara Bid’ah. Setelah pada postingan sebelumnya dibahas mengenai etika makan dan minum. Maka untuk postingan kali ini masih ana angkat mengenai etika. Suatu etika yang tak kalah urgennya yang patut kita ketahui dan amalkan selaku seorang muslim. Yakni Etika terhadap anak. Namun sebelum masuk ke materi sesungguhnya, ada baiknya ana sampaikan sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari (semoga Allah merahmatinya), (dimana) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya) , “Wahai para muda, barang siapa diantara kalian telah mampu maka segeralah MENIKAH ! Karna sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah BERPUASA ! karna puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” Rawahu al-Bukhari.

Untuk itu bagi saudaraku sekalian, yang pada belum menikah, sekiranya telah mampu atau bagi yang mampu namun tak mengaku mampu, Menikahlah ! Mari kita segerakan seruan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ini. Semoga pembahasan pada postingan kali ini dapat menjadi pelajaran bagi ana pribadi, keluarga dan ikhwan atau akhwat yang telah menikah serta dapat menjadi catatan bagi yang belum menikah. Namun Ingat ! bagi yang akan menikah, jangan lupa pilih pasangan yang se-Iman, se-Aqidah , serta se-manhaj sehingga tidak memberatkan dan merepotkan. Namun kalau tidak ada yang se-manhaj cobalah ber-ikhtiar dengan mengajaknya untuk selalu menuntut dan belajar ilmu yang syar’i, sehingga pasangan kita tersebut menjadi muslim yang sejati.

Berikut akan ana kisahkan tentang pernikahan putri Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan, dimana saat itu kekuasaan Amirul Mukminin Abdul Malik bin Marwan ini meliputi Syam, Iraq, Hijaz, Yaman, Iran, Pakistan, Qafqasia, Qurm bahkan sampai ke Najar, Junuwah, kemudian Mesir, Sudan, Al-jazair hingga Maroko serta Sepanyol yang saat itu bernama Isbania atau Andalusia. Jadi terbayang bagaimana kekayaan Amirul Mukminin. Dan sebagaimana lajimnya rumah tangga , jika orangtuanya kaya maka si anak sudah pasti terbiasa menikmati kekayaan orangtuanya tersebut. Berarti dalam hal ini putri Amirul Mukminin yang bernama Fatimah telah terbiasa hidup dalam kemewahan dan bergelimang harta yang banyak dengan fasilitas terbaik. Namun ketika sang putri menikah dengan seorang ulama besar, seorang Khalifah yang Agung yakni ‘Umar bin Abdul Aziz, ia rela dan ridho hanya dinafkahi beberapa dirham dalam sehari. Bahkan ia lebih merasa bahagia, dan merasakan kelezatan qana’ah serta manisnya kesederhanaan. Dimana harta-harta yang dimilikinya seperti perhiasan, batu-batu permata dan lain sebagainya rela ia jual demi untuk mengeyangkan orang lain yakni penduduk-penduduk yang tak mampu. Dan pada suatu hari, sebagaimana yang telah menjadi ketetapan Allah Azza wa Jalla, Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz, suami sang putri wafat. Dimana saat itu Khalifah tak meninggalkan putri Fatimah dan anak-anaknya harta. Maka mendapati hal tersebut petugas baitul mal lantas berinisiatif mengembalikan harta-harta sang putri yang telah diserahkan kepada Negara. Namun ternyata sang Putri enggan untuk menerima hal tersebut, karna hal tersebut adalah amanah sang suami. Sungguh , wahai saudaraku, Putri Fatimah tetap menaati amanah suaminya pada saat suaminya hidup dan mati. Semoga Allah merahmati Fatimah Bintu Abdul malik bin marwan, dan memberinya kedudukan yang tinggi di dalam Jannah yang penuh dengan kenikmatan. Dan ketahuilah saudaraku se-Iman se-Aqidah, kehidupan yang paling nyaman adalah kesederhanaan hidup dalam segala sisi. Dan hakikat kebahagiaan adalah keridhaan. Semoga Allah menjadikan kita termasuk pemilik kekayaan secara Islami dan Insani. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

Oh iya saudaraku. Setelah kita menikah, tentunya target utama kita yakni memiliki keturunan alias anak. Dan tentunya kita tidak dapat memungkirinya bahwa yang namanya anak sudah barang tentu ia mempunyai hak-hak yang patut dipenuhi oleh orang tuanya. Untuk itu kita selaku seorang Muslim secara terang-terangan mengakui bahwa anak-anak mempunyai hak-hak atas orang tuanya dan hak-hak tersebut wajib ditunaikan serta dipenuhi oleh orang tuanya, selain itu kita selaku seorang muslim patut kiranya mengetahui bahwa ada etika-etika yang harus kita perhatikan dalam hubungan kita dengan anak-anak. Nah untuk itulah pada postingan kali ini akan ana bahas mengenai hak-hak anak serta etika –etika orangtua terhadap anak. Agar kita selaku seorang muslim tidak terperosok kedalam kesalahan dan kebinasaan.

Selanjutnya saudaraku yang membenci ke-Syirikan !. Diantara hak-hak anak-anak atas ayahnya atau orang tuanya yang patut ditunaikan ialah mencarikan ibu yang baik bagi sianak. (seperti yang dicontohkan oleh Khalifah ‘Umar bin Abdul Aziz, dimana beliau mencarikan ibu yang baik bagi anak-anaknya). Selanjutnya jika si anak lahir maka kita patut untuk memberinya nama atau menamakannya, tentunya dengan nama yang baik. Selanjutnya kita meng-akikahkannya atau menyembelih kambing pada pada hari ketujuh, atau 14 atau hari ke 21 kelahirannya. Kemudian setelah itu kita mengkhitankannya. Dan ingat jangan pernah berlaku kasar terhadap anak. Jangan membentaknya. Kasihanilah anak-anak, berlemah-lembutlah terhadapnya, dan yang terpenting nafkahilah mereka dengan harta yang halal baik jenis serta sumbernya.

Nah terkadang nih, ada sebagian orangtua setelah ia mencukupi kebutuhan sandang, pangan dan papan anak, ia lupa akan pentingnya pendidikan. Maka dari itu selaku seorang muslim, kita patut mendidik anak-anak kita dengan baik, serius, dengan santun dan akhlak yang terpuji, dengan mengenalkan serta mengajarkan kepada mereka ajaran-ajaran Islam, kemudian melatihnya mengerjakan ibadah-ibadah yang wajib dan ibadah-ibadah sunnah, mengenalkan mereka dengan tokoh-tokoh islam seperti para sahabat, para salafu Ummah dan Ulama-ulama Mutaakhirin seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Al-bani, Syaikh Fauzan, Syaikh Muhsin al-Abbad, Syaikh Robi’ atau Syaikh Ali Hasan dan banyak lagi Ulama lainnya yang tegak diatas al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana pemahaman para Shabat Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Dan tak lupa , jika anak-anak kita tersebut telah dewasa maka kita patut menikahkannya, dan hal ini semua telah Allah Azza Wa jalla tuliskan didalam firmannya, yakni Surah Al-Baqarah ayat 233 , “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik…

Kemudian di Surah yang lain, yakni Surah At Tahrim ayat 6 Allah berfirman :


يَأَيُّهَا الَّذِ ينَ ءَامَنُو اْ قُواْ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناَرً


وَقُو دٌهَاالنَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْحَا مَلَءِكَةٌ


غِلاَ ظٌ شِدَادٌلاَّ يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَ مَرَ هُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُوءْ مَرُونَ


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Nah Pada ayat ini terdapat perintah agar kita melindungi keluarga kita dari api neraka. Lantas bagaimana caranya saudaraku ?

ya… caranya tentu saja taat kepada Allah Azza Wa jalla. Dan yang namanya ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla maka hal tersebut juga mengharuskan seseorang atau seorang muslim mengetahui hal-hal yang Allah wajib ditaati didalamnya, dan dalam hal ini, semua itu tidak bisa kita ketahui kecuali dengan pengajaran , dengan Tarbiyah. Dan tentunya, karna anak termasuk kedalam barisan keluarga , maka seorang ayah (berdasarkan ayat ke 6 surah At-Tahrim tadi) wajib untuk mengajari anak-anaknya, kemudian membinanya, membimbingnya, serta membawanya kepada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anaknya dari pada kekafiran, kemaksiatan, kerusakan, dan keburukan. Dimana hanya dengan cara itu semua, seorang ayah dapat melindungi anaknya dan keluarganya dari api neraka…

Wahai saudaraku yang membenci kemaksiatan. Allah berfirman didalam Surah Al-Baqarah ayat 233 dimana pada ayat tersebut disebutkan bahwa para Ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya, ‘Juga didalam ayat tersebut terdapat dalil tentang kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya, lantas apa hubungannya antara para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya dengan kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anaknya. Tentunya secara medis kita ketahui bahwa sorang anak yang baru lahir hingga umur dua tahun, ia makan dari susu atau asi ibunya. Nah karna si- ibu tersebut harus menyusui anaknya, maka si bapak perlu memberi nafkah bagi si-ibu dan anaknya. Jadi kalau si-Ibu makan maka otomatis si anak juga makan dari asi si Ibu. Selai itu juga perlu dinafkahi dengan makanan tambahan. Walahu Alam bishowab.

Dan tentunya saudaraku se-Iman dan se-Aqidah, kita selaku seorang muslim jangan takut tak dapat menghidupi atau menafkahi anak dan Istri kita , hingga kita seperti yang diberitakan di Televisi atau media lainnya, ada orang tua yang tega membunuh anaknya karna kesulitan ekonomi dan sebagainya. Padahal Allah Azza wa Jalla melarang hal tersebut. Mari kita simak firman Allah di dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra’ ayat 31

وَلاَتَقْتُلُواْ أَوْلَدَكُمْ خَشْيَةَإِمْلَقٍ

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan...

Selanjutnya saudaraku. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam ketika ditanya tentang dosa besar di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim atau yang kita kenal dengan Muttafaq ’Alaih, ”Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Engkau menjadikan tuhan tandingan bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu, atau engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan bersamamu, atau engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Nah membunuh anak karna takut kemiskinan, atau karna merasa si-anak menjadi beban saja serta menyusahkan, maka perbuatan tersebut termasuk Doza besar. Untuk itu Jangan pernah takut punya anak. Kalau kita mau ber-usaha, ber-Ikhtiar dan tidak malas serta rajin berdoa dan berdzikir, Insya Allah , Allah Azza wa Jalla akan mencukupkan rezky-Nya bagi kita dan keluarga kita.

Jadi, yang namanya larangan haruslah kita jauhi. Maka dari itu Islam mengharuskan bagi seorang ayah agar mengasihi anak-anaknya, lemah lembut terhadap mereka, menjaga badan mereka, melindungi akal dan jiwa mereka, serta menjauhkan mereka dari aliran sesat dan bid’ah-bid’ah yang tumbuh subur yang menyimpang dari Syariat yang dibawa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam. Dan tak lupa saudaraku kita disunahkan. bahkan ada yang mewajibkan untuk yang satu ini yakni meng- aqikahkan anak. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari para pemilik Sunan dan disahihkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Seorang anak tergadaikan dengan (kambing) aqiqah yang disembelih untuknya pada hari ketujuh kelahirannya, ia (sianak) diberi nama pada hari tersebut, dan rambutnya di gundul.”

Kemudian dihadits yang lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ath-Thabari dengan sanad hasan. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Samakan anak-anak kalian dalam pemberian, karena jika aku diperbolehkan mengutamakan seseorang, maka aku akan mengutamakan anak-anak perempuan.” Adapun di hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dimana At-Tirmidzi menghasankan hadits ini, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, ”Ajarilah anak tentang shalat pada usia tujuh tahun, dan pukul mereka jika mereka tidak mengerjakannya pada usia sepuluh tahun, serta pisahkan tempat tidur mereka.”

Nah saudaraku yang selalu mengharap rahmat dan Ridho Allah Azza wa Jalla.

Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa hak anak atas ayahnya ialah hendaknya sang ayah mendidiknya dengan baik dan menamakannya dengan nama yang baik. Makanya, pada saat setelah akad nikah, dimana setelah kita melaksanakan sholat dua rakaat bersama istri, kita disunnahkan berdo’a, dengan do’a yang artinya : Ya Allah, Berkahilah aku pada keluargaku, dan berkahilah mereka denganku. Ya Allah ! berilah rizky kepada mereka dengan jalanku, dan berilah aku rizky dengan sebab mereka. Ya Allah !, Kumpulkanlah kami selama engkau kumpulkan dalam dalam kebaikan, dan pisahkanlah diantara kami jika engkau pisahkan kepada perkara yang lebih baik.” Do’a ini diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaibah, Abdurrazzaq dalam Mushannafnya, dan yang lainnya.

WallahuAllam bishowab

0 komentar: